Mengelola 1200-an santri untuk selalu semangat menghafal Al Quran; betah duduk berlama-lama untuk tilawah, bangun pagi lebih awal untuk murojaah, menjaga ketahanan psikologis untuk tetap konsentrasi, sambil terus menjaga hafalan agar tak sampai hilang, tentu bukan hal yang mudah.
Itupun masih ada kewajiban sekolah, aktif kegiatan ekstra, pra karya, dan kegiatan lainnya.
Tetapi yang menjadi kesyukuran, ada frekuensi yang sama tentang pentingnya menghafal Al Quran untuk hidup yang labih berkah.
“Hafal Al Quran untuk Semua” itu menjadi slogan tak tertulis yang menyatukan hati seluruh guru, santri, pegawai dan seluruh civitas akademika.
Santri menghafal…
Guru menghafal…
Satpam menghafal…
Petugas kebersihan menghafal…
Bu Dapur menghafal…
Masyarakat menghafal…
Halaqah Al Quran bukan hanya untuk santri, tapi juga untuk guru, bu dapur, dan juga masyarakat.
Bu Dapur memang bisa menghafal? Kapan waktunya?
Kok masih semangat?
Alhamdulillah kenyataannya bisa. Rutin setoran hafalan kepada muhaffizahnya setiap pekan. Plus memperbaiki tahsin dan mendapatkan motivasi.
Sedikit demi sedikit, hingga akhirnya juz 30 pun selesai terhafalkan dan berhasil diujikan sesuai standar.
Kapan waktu menghafal? Ya di sela sela waktu masak itu. Tak terasa murojaah 1/4 juz selesai seiring dengan matangnya nasi dan ikan goreng.
Selain reward finansial, ketika mampu menyelesaikan hafalan, bu dapur selalu ditanamkan obsesi akhirat dan keberkahan hidup.
Suara tilawah yang terus bergema dari masjid, dari kamar, dari kelas, dari kantor, pos satpam dan juga dari dapur itu yang menyatu, menjadi mata air keimanan dan motivasi yang menyejukkan.