Sejak lama saya menuntaskan membaca novel 1247 halaman dengan ukuran kertas yang lumayan besar ini. Dengan file pdf di Netbuk. Bagi saya ini adalah sebuah rekor yang perlu saya syukuri dengan cara menuliskan hal hal yang paling mengesankan, dan pelajaran yang paling berharga.
Inilah beberapa pelajaran mengesankan yang sempat saya tuliskan. Yang belum tertulis, tentu lebih banyak lagi
Tokoh kita kai ini adalah Takezo, anak dari Munisai dari derah Shimmen, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Miyamoto Musashi. Ia adalah seorang ronin yang memutuskan memilih hidup menjadi Samurai dan menempuh hidup di Jalan Pedang.
Cerita tentang Musashi adalah cerita tentang obsesi dan cita-cita hidup yang sangat tinggi. Cerita tentang keputusan besar yang dipilih oleh seorang prajurit yang kalah perang dengan kehidupan yang hampir-hampir lepas dan terhempas. Cerita tentang Musashi adalah cerita fokus pikiran dan rangkaian kedisplinan yang kuat dalam jangka waktu yang panjang. Sementara kisah-kisah lainnya yang berseliweran di buku ini hadir sebagai bumbu untuk semakin menguatkan makna cita-cita, keputusan besar, fokus pikiran, dan kedisiplinan yang kuat itu.
Siap Tempur
“Seorang prajurit harus dalam keadaan siap bertempur dalam keadaan apapun, bahkan ketika tidur sekalipun,” ujar Musashi kepada muridnya, Jotaro. Artinya, kapan dan dimana saja harus tetap waspada. Dia harus penuh perhitungan dan teliti. Sebab menempuh jalan pedang sama saja dengan menempuh jalan kematian, tetapi di jalan itu seseorang bisa menemukan kehidupan. Dan dalam banyak keadaan Musashi telah membuktikan kata-katanya. Indranya yang telah terlatih bisa menangkap aroma-aroma bahaya dengan lebih dini, sehingga berkali-kali ia mampu menyelamatkan diri di saat-saat yang paling genting bagi kepala dan nyawanya.
Seperti yang terjadi saat Musashi bertarung dengan anggota Perguruan Yoshioka yang menyerbunya bagai air bah di Gunung Hen setelah ia mengalahkan Seijuro dan Densichiro—dua orang anak Kempo—dalam perkelahian diantara mereka, atau seperti serangan dari pembunuh bayaran yang meruntuhkan kamarnya saat ia menginap di rumah Oko.
Disiplin
Dari Musashi saya mendapatkan pelajaran, bahwa apa yang kita dapatkan dari guru boleh sedikit, tetapi pada akhirnya yang menentukan kualitas kita adalah kedisplinan dalam berlatih dan mengembangkan diri. Musashi terus berlatih siang dan malam, melakukan pertempuran untuk semakin memantapkan kemampuan, dengan harapan suatu hari kelak pedangnya dapat membawa dia membawa kemakmuran bagi rakyat. Dan kuncinya ada pada kedisplinan dan kekuatan hati. Kedisplinan berlatih ini tidak boleh terhenti hanya karena sibuk dalam masalah perasaan.
Maka Musashi pun berlari dan terus menyembunyikan diri dari Otsu, walaupun ia sendiri tau bahwa Otsu mencintainya sebagaimana pula ia punya perasaan yang sama. Sebab hal itu akan mengganggu kedisplinan dan akan menyulitkan hidup keduany di masa yang mendatang.
Latihan dan pertempuran mencetak dirinya menjadi sosok yang keras dan haus darah. Aroma pembunuhan langsung menyengat hidung para guru samurai dan ahli pedang lainnya. Maka Koetsu mengajarkannya kepadanya kelembutan untuk menempa hatinya yang keras. Koetsu mengajarinya menikmati upacara minum teh, melukis, dan memahat. Ia mengajari Musashi untuk menikmati seni dan belajar kepada alam yang terbentang. Pada akhirnya, kehalusan jiwanya memberikan ia kehalusan jiwa dan meningkatkan kepekaannya dalam menempuh jalan pedang.
Mata
“Mata… Mata… Mata…” itulah yang selalu diteriakkan oleh Musashi ketika berlatih dengan Iori, muridnya yang kedua setelah Jotaro.
Artinya perhatikan mata lawan saat bertempur. Sebab mata adalah cermin jjiwa. Dari mata seseorang bisa menaksir kemampuan lawannya dan memperhitungkan apa yang akan terjadi. Seperti apa yang terjadi saat Musashi dan Sasaki Kojiro bertemu pertamakali, yang terjadi adalah keduanya berpandangan dalam waktu lama untuk mengukut kekuatan masing-masing.