Ayah Bunda…
Untuk menghasilkan anak yang hafal Al-Qur’an, kita perlu berjuang dan bekerja keras. Sebab tidak ada sesuatu yang instan dan terjadi begitu saja di dunia ini. Segalanya perlu perencanaan dan proses. Mesti ada keinginan yang kuat untuk mewujudkan apa yang kita cita-citakan. Dengan demikian barulah keinginan keinginan mulia kita itu dapat terwujud.
Bila kita berharap anak yang hafal Al-Qur’an 30 Juz dengan cepat melalui metode tertentu tanpa kita selaku orang tua membuat persiapan sebelumnya, maka bersiaplah untuk kecewa. Sebab metode apapun tidak akan membuat anak bisa menghafal Al-Qur’an bila jiwanya belum disiapkan untuk itu.
Di balik kesuksesan seorang anak yang hafal Al-Qur’an pada usia dini, sesungguhnya ada usaha dari orang tua yang sungguh-sungguh untuk menjadikan anaknya hafal Al-Qur’an, bahkan jauh sebelum sang anak lahir. Contohnya Tabarak, hafiz cilik usia 4,5 tahun. Jauh sebelum dia lahir, ayah dan ibunya sudah bertekad untuk menjadik anaknya kelak sebagai pelayan Al-Qur’an dan mendidiknya untuk menjadi penghafal Al-Qur’an. Ketika ia masih janin dalam kandungan, tidak putus-putusnya sang ibu membaca Surah Al-Baqarah dan Surah Ali Imran. Membaca doa doa dan dzikir. Yang kemudian diteruskan setelah anak itu lahir.
Dr. Kamil dan dr. Rasya menunjukkan keseriusan mereka dan kebenaran tekad mereka untuk menjadikan anaknya hafiz Al-Qur’an, dengan mulai menghafal sedikit demi sedikit. Jadi sejak bayi, Tabarak sudah mendapatkan suasana menghafal Al-Qur’an di rumahnya. Ayah ibunya menjadi contoh teladan dalam hal ini. Siang dan malam ia menyaksikan kondisi itu, yaitu saat-saat yang mengesankan ketika ibunya khusyu dalam tilawah dan ayahnya tenggelam dalam murajaah. Di usia tiga tahun, kondisi kejiwaannya sudah siap. Maka mulailah ia menghafal dan ternyata pencapaian hafalannya sangat cepat dan mengejutkan.
Anak yang kedua, Yazid, mendapatkan suasana yang lebih spesial lagi. Sebab selain kedua orang tuanya, ia menyaksikan sendiri kakaknya menghafal Al-Qur’an. Kondisi ini membentuk jiwanya untuk menghafal dan menjadikan menjadi jauh lebih bagus hafalannya dari kakaknya. Ibu mereka, dr. Rasya, mengakui hal ini. Dan kalau kita melihat video tilawah Tabarak dan Yazid saat diwisuda, kita bisa melihat sendiri kalau Yazid tampak lebih percaya diri dan lebih bagus bacaannya dibanding kakaknya. Mengapa? Kondisi jiwanya sudah jauh lebih tertempa.
Ketika sudah ada empat orang penghafal Al-Qur’an di satu rumah, maka anak ketiga, Zeenah juga terkondisikan untuk menghafal. Dan jadilah mereka bertiga hafizh cilik bersaudara termuda di dunia.
Tentulah ada taufik dari Allah untuk keluarga qurani ini. Tapi yang jelas, dari sisi manusiawi, semua yang ada itu tidak terjadi dengan tiba tiba. Semua melalui perlu proses yang tidak sederhana.
***
Ayah Bunda…
Tanyakanlah kepada ibu dari 10 bintang Al-Qur’an yang sukses menjadikan kesepuluh anaknya menjadi hafizh Al-Qur’an, Ibu Wirianingsih.
Jawabannya sama…!
Dalam sebuah wawancara bersama beliau tentang rahasia pendidikan anak, beliau menjawab bahwa kedua orang tua harus menjadi teladan dalam dakwah, pemikiran Islam, orientasi tentang keluarga Al-Qur’an, dan senantiasa mendoakan mereka sepanjang waktu hidupnya.
Sejak awal mula membangun keluarga, Pak Mutammimul Ula dan Ibu Wirianingsih sudah mengkondisikan rumah sebagai tempat menghafal Al-Qur’an. Bakda maghrib ditetapkan sebagai waktu khusus untuk menghafal. Dan untuk mendukung kesuksesan ini ada upaya yang mereka lakukan untuk menjaga kondisi ruhiyah dalam keluarga, diantaranya
- Tidak ada televisi di dalam rumah
- Tidak ada gambar syubhat
- Tidak ada musik-musik laghwi yang menyebabkan lalai kepada Allah
- Tidak ada perkataan yang fahisyah (kotor) di dalam rumah.
Jiwa anak-anak pun terkondisikan. Dan apabila ternyata mereka tidak dapat menyelesaikan hafalan saat kanak-kanak, maka ketika mereka besar, kenangan manis masa kecil dan jiwa yang sudah terkondisikan itu akan mengantar mereka untuk menghafal sendiri, mewujudkan cita-cita diri sendiri dan orang tua yang masih tertunda.
Banyak cara yang bisa kita lakukan. Berikut ini beberapa diantaranya
Mulai Dari Orang Tua
Anak adalah peniru yang luar biasa, seperti sudah kita bicarakan sebelumnya. Kebaikan-kebaikan yang ingin anak kita lakukan maka mulailah kita melakukannya.
Sesibuk apa pun, kita tetap berusaha meluangkan waktu untuk tilawah Al-Qur’an. Setiap habis maghrib dan subuh misalnya, anak-anak kita bisa melihat kita bercengkrama dengan Al-Qur’an. Itu akan menjadi kenangan yang indah mereka tentang Al-Qur’an. Dan tentunya memunculkan rasa ingin tau mereka.
Rasa-rasanya kita punya banyak waktu untuk membaca ratusan pesan whatshapp yang masuk setiap hari melalui grup yang berbeda, dan merasa kekurangan waktu saat harus membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Separuh jiwa kita rasanya hilang ketika handphone ketinggalan di rumah atau baterainya lemah. Dimana pun dan kapan pun, rasanya tidak bisa terpisah dari handphone.
Lihatlah di ruang-ruang tunggu, di dalam bis, di dalam mobil, bahkan di atas kasur, antara suami istri yang sudah berpisah sekian lama, sekali bertemu, ternyata masing-masing mereka sibuk dengan handphone. Seusai shalat, segera masing-masing jamaah merogoh sakunya untuk mengeluarkan handphone, seakan ada satu penting yang harus segera dibaca, lebih penting daripada berdoa di saat-saat paling mustajab itu.
Melihat kesibukan kita yang terlalu padat dan susul menyusul di setiap waktu, maka perlulah kita meluangkan waktu khusus bersama Al-Qur’an. Sebaiknya kita bukan mentarget berapa juz yang akan kita baca, tapi memberikan jatah waktu tertentu bersama Al-Qur’an. Misalnya dalam sehari kita memberikan waktu satu jam atau setengah jam bersama Al-Qur’an. Makin banyak tentulah makin baik. Dalam rentang waktu itu kita fokus tilawah dan merenungi makna-makna ayat Al-Qur’an, berapapun juz yang bisa kita baca. Inilah investasi waktu kita yang paling berharga, dan membuat kita bahagia melihat hasilnya di hari mahsyar nanti.
Kita tidak ingin anak anak kita nanti lebih sibuk dengan handphone daripada Al-Qur’an, kan?
Maka berikanlah teladan untuk mereka. Mereka hanya meniru apa yang mereka lihat…
Tolong simpanlah handphone anda sejenak. Bersama handphone ada waktunya. Ketika di rumah, fokuslah untuk bercengkrama dengan istri dan anak-anak, sembari memberikan keteladanan yang berharga untuk mereka.
Sungguh, peran ayah sangat sangat penting dalam mencetak generasi generasi qurani. Mendampingi dan membersamai anak adalah sesuatu yang sangat indah dan menjadi pondasi dasar dalam perkembangan kehidupan mereka kelak.
Berikanlah nasehat dengan tulus dan kondisikanlah rumah untuk menghafal Al Quran. Semoga dengan itu rumah kita akan semakin berkah.