Tahun 2008, ketika mengawali pendidikan S2 di Universitas Al Azhar, saya mendaftar masuk ke Asrama Mahasiswa di bawah asuhan Jam’iyyah Mishr Al-Mahrusah. Tempatnya di Muqattham. Jauh sekali dari kawasan mahasiswa Indonesia, yang rata-rata waktu itu tinggal Hay Asyir, Nasr City.
Dari Nasr City, harus naik lebih dari sejam ke kawasan Sayyidah Aisyah, kemudian nyambung lagi untuk ke Muqattham. Tidak langsung ke Asrama. Bisnya berhenti di persimpangan dekat bukit Muqattham, setelah itu baru mendaki berjalan kaki ke atas. Hanya ada satu bis yang lewat depan asrama langsung, tapi itupun waktu menunggunya kadang lama dan waktunya tidak menentu.
Di asrama itu saya sekamar dengan Alwin dari Aceh dan Umar Abdillah dari Nigeria. Saya kenal dengan teman dari Sudan, Eriteria, India, Syiria, Pakistan, Aljazair, dan dari berbagai negara lainnya yang tinggal di asrama itu.
Direktur Pelaksana Hariannya namanya Ust. Asyraf dan Direktur Yayasan namanya Ust. Muhammad Basyir. Satpamnya namanya Husam. Guru qurannya banyak. Yang paling favorit adalah dua ustadz kembar pemilik sanad qiraat asyrah: Syekh Mahmud Barakat dan Syekh Ahmad Barakat.
Kegiatan keilmuan di asrama sangat banyak, pergaulan luas, dengan pelayanan istimewa.
Tahun 2009 saya pamit. Tidak tinggal di asrama lagi. Saya kembali ke Nasr City. Sebab ada peraturan: syarat tinggal di asrama harus lulus dan naik tingkat. Untuk yang Rasib ujian, diberikan kesempatan satu tahun lagi. Tahun berikutnya tidak lulus, maka dipersilahkan keluar.
Di tahun pertama ketidaklulusan, saya sudah minta pamit. Walaupun masih ditahan dan diminta tinggal, saya tetap memilih pindah. Kembali ke Bawwabah Ula di dekat Masjid As-Salam.
Lalu berlalulah segala kenangan tentang asrama mahasiswa itu.
***
Sekitar Bulan Oktober 2019, saya tiba-tiba mendapatkan email. Ternyata dari Yayasan Jam’iyyah Mahrusah Mesir. Isinya adalah menyapa para alumni dan permintaan bertukar kabar tentang keadaan masing-masing. Saya pun bercerita tentang aktifitas saya mengasuh pondok tahfizul quran di Klaten, Jawa Tengah.
Tiba-tiba beberapa hari kemudian ada pesan masuk di whatshapp. Jam’iyyah Mahrusah tertarik dengan aktifitas yang saya lakukan. Minta info lebih lanjut. Saya pun mengirimkan profil tertulis PPTQ Ibnu Abbas, Klaten. Saya juga mengirimkan foto-foto kegiatan. Terutama kegiatan tahfiz.
Ketika mengantar anak ke Kuttab, saya minta istri mengambil video singkat, dengan background aktifitas anak-anak kuttab yang baru diantar orang tua, dan bangunan dua lantai yang belum jadi.
Di video itu saya menyapa Ust Basyir dan Ust Asyraf, menerangkan sekilas kegiatan dan proses yang pembangunan yang ada di pondok.
Responnya luar biasa. Direktur Utama Jam’iyyah Al-Mahrusah sekaligus Wakil Direktur Yayasan Wafa’ Al-Ajyal, Ust Muhammad Basyir, dan Direktur Pelaksana, Ust Muhammad Asyraf minta untuk video call.
Kami janjian dan saya pun kembali bercerita. Beliau lebih banyak bertanya tentang kegiatan menghafal Al Quran.
“Jadi apa yang bisa kami bantu?” kata Ust Muhammad Basyir.
Saya jawab : “Inilah aktifitas kami dan silahkan ustadz bisa bantu apa”
***
Tidak berapa lama saya dihubungi lagi. Nara hubungnya namanya Usamah. Nanya: bagaimana kalau kami kirimkan Syekh Pakar Qiraat Asyrah untuk membantu meningkatkan kualitas tahfiz di sana? Biaya pesawat dan gaji beliau kami yang nanggung. Kalian cukup menyiapkan makan, tempat tinggal dan muhaffiz yang mau setoran.
Allahu Akbar…! Saya gembira luar biasa. Ini rezeki besar yang tidak disangka-sangka
Tapi tetap saya jawab, “Saya konsultasikan ke pimpinan saya terlebih dahulu”
Alhamdulillah Direktur Pondok, Ust. Muinudinillah segera menyetujui niat baik itu. Segera informasi itu saya sampaikan ke Mesir.
Tiba-tiba saya dapat informasi lagi, “Insya Allah kami akan mengirimkan Syekh Mahmud Husain Barakat”
Allah Akbar…! Saya tambah gembira lagi.
Beliau guru tahfiz saya waktu di Mesir dulu. Terbayang pembawaan beliau yang lembut dan suara beliau yang sangat merdu. Saya search videonya di Youtube lalu saya share ke teman-teman Muhaffiz di pondok. Ini dia syekh yang Insya Allah mau datang.
Tidak berapa, saya dapat info: Syekh Mahmud tidak bisa datang. Dan sebagai gantinya ada seorang syekh lain yang akan hadir.
Saya tanya, “Beliau sudah hafiz dan punya sanad?”
“Ya. Beliau hafiz, ‘alim, dan punya sanad Ashim dengan riwayat Hafs dan Syu’bah”
Saya bilang, “Kami pondok tahfiz dan fokus pada hafalan Al-Quran. Alhamdulillah banyak yang sudah hafiz dan punya beberapa sanad. Saya saja sudah punya sanad hafsh”
Usamah jawab, “Oke, kami paham”
***
Setelah beberapa pekan, saya dihubungi lagi. “Insya Allah kami akan mengirimkan Syekh Abdul Hamid, Pakar Qiraat Asyrah, guru dari Syekh Mahmud Barakat”
Allahu Akbar…! Sekali lagi saya dibuat sedikit terkejut, selebihnya gembira.
Muridnya saja sudah hebat, apalagi gurunya.
Pertengahan Bulan Desember, Syekh Abdul Hamid, Ust. Muhammad Basyir, dan Ust Asyraf minta janjian video call lewat aplikasi Zoom. Saya mengiyakan dan kami pun komunikasi.
Saya berkenalan dengan Syekh Abdul Hamid dan berbicara tentang metode pengambilan sanad dan nanti ada tes tahfiz dan bacaan sebelum pengambilan sanad. Sebab dalam waktu tiga bulan, Februari – April, maksimal hanya bisa memberi sanad 10 muhaffiz dan 10 muhaffizah.
Untuk mengambil qiraat asyrah sekaligus agak sulit. Maka silahkan setiap orang menyiapkan diri membaca qiraat apa yang dia suka. Tentu bagi yang sudah memiliki sanad qiraat Ashim.
Ketika saya sampaikan ini kepada para muhaffiz, mereka senang sekaligus jadi ketar-ketir. Terbayang proses pengambilan sanadnya pasti sangat ketat. Jadi tidak pede. Bahkan banyak yang sebelumnya semangat ambil sanad jadi mundur, dan mau tahsin saja.
Saya bilang, “Biarkan syekh yang memilih. Semua muhaffiz-muhaffizah ikut tes kelayakan pengambilan sanad. Kalau ternyata nama kita dipilih oleh Syekh, ya maju terus pantang mundur. Tawakkal ‘Alallah. Ketika Syekh sudah percaya kepada kita, masa kita tidak percaya kepada diri sendiri? Saya sendiri pun belum tentu masuk dan terpilih”
Lalu dalam beberapa waktu berikutnya saya terus menjalin komunikasi, terutama soal pengurusan visa dan adminstrasi.
***
Hari Rabu, tanggal 29 Januari 2020, pkl. 22.10, Syekh Abdul Hamid tiba di Jakarta dengan pesawat Emirates. Saya jemput dan saya bawa ke Klaten Jawa Tengah pada besok hari, Kamis, 30 Januari, dengan Pesawat Garuda dan turun di Jogja.
Masa-masa menemani beliau dalam perjalanan itu terasa sangat istimewa. Ilmu beliau tentang qiraat sangat luas dan mendalam. Banyak kisah dan motivasi yang saya dapatkan.
Saat saya bilang mau baca qiraat warasy, beliau langsung menjelaskan prinsip-prinsip dasarnya dengan singkat dan jelas. Ushul qiraat warasy itu ternyata mampu beliau rangkum dalam 5 menit penjelasan. Saya minta nasehat, sebaiknya saya ambil sanad qiraat apa.
Beliau malah menyampaikan nasehat Abul Abbas Ath-Tanafusi
قال أبوالعباس الطنافسي:
من أراد أحسن القراءات فعليه بقراءة أبي عمرو.، ومن أراد الأصل فقراءة ابن كثير، ومن أراد أفصح القراءات فعليه بقراءة عاصم ، ومن أراد أغرب القراءات فعليه بقراءة ابن عامر ، ومن أراد الأثر فعليه بقراءة حمزة ، ومن أراد أظرف القراءات فعليه بقراءة الكسائي ، ومن أراد السنة فعليه بقراءة نافع
“Siapa yang ingin qiraat paling baik, hendaklah ia membaca dengan qiraat Abu ‘Amr. Siapa yang ingin akar qiraat, hendaklah ia membaca dengan qiraat Ibnu Katsir. Siapa yang ingin qiraat paling fasih, hendaklah ia membaca dengan qiraat Ashim. Siapa yang ingin qiraat paling unik, hendaklah ia membaca dengan qiraat Ibnu Amir. Siapa yang ingin mengikuti atsar riwayat, hendaklah ia membaca dengan qiraat Hamzah. Siapa yang ingin qiraat paling indah, hendaklah ia membaca dengan qiraat Abu ‘Amr. Siapa yang ingin sunnah, hendaklah ia membaca dengan qiraat Nafi”
Silahkan kamu pilih sendiri. Tapi setelah memilih, harus yakin dan tidak boleh ragu-ragu dengan pilihan itu.
إذا كنت ذا رأي فكن ذا عزيمة # فإنّ فساد الرأي أن تترددا
“Apabila engkau punya pemikiran, hendaklah engkau punya tekad kuat. Sebab pikiran menjadi rusak disebabkan oleh keraguan”
Setelah bertanya lebih dalam, merenung dan berfikir, akhirnya saya memutuskan mengambil sanad qiraat Ibnu Katsir dan Abu Ja’far sekaligus, ditambah dengan qiraat ‘Ashim. Ibnu Katsir dengan dua rawinya: Al Bazzi dan Qunbul, Abu Ja’far dengan dua rawinya: Ibnu Wardaan dan Ibnu Jammaaz, dan Ashim dua rawinya: Hafsh dan Syu’bah.
Lalu saya minta beliau untuk menjelaskan tentang Ushul Qiraat Ibnu Katsir dan Abu Ja’far, ternyata beliau mampu menjelaskannya dalam 3 menit. Saya minta menuliskan di kertas, beliau menulisnya dalam tiga halaman kertas block note kecil. Dalam hati saya, mudah banget.
Ketika saya download buku Ushul Qiraat Ibnu Katsir dan Abu Ja’far, ternyata untuk dasar-dasarnya sampai puluhan halaman. Apalagi ketika ditambah contoh, lebih dari 100 halaman.
Saat saya sampaikan ini kepada beliau, beliau tersenyum seraya berkata, “Tau gak, seorang penulisnya memasukkan banyak pernak pernik dalam tulisannya sehingga tulisannya itu bisa layak jadi buku. Padahal intinya, ya seperti yang sudah saya tuliskan itu”
Saya periksa..
Betul, ternyata seperti apa yang beliau katakan…!
Ada beberapa catatan tambahan dalam kaedah-kaedah itu, nanti beliau jelaskan saat sudah mulai setoran hafalan. Plus dalil dari Syathibiyah, Thaibatunnasyr, dan kitab-kitab Qiraat Asyr lainnya atas setiap pendapat yang beliau sampaikan.
Memang beda rasanya ketika belajar dari guru yang ahli dan membaca buku sendiri.
Hari Sabtu, 1 Februari 2020, perjalanan belajar Al Quran dan pengambilan sanad qiraat bersama para muhaffiz lainnya dimulai.
Para muhaffiz terpilih mengambil sanad qiraat Ashim dengan dua rawinya. Sementara yang sudah punya ashim, mengambil qiraat yang berbeda. Dan setiap berusaha memperbaiki hafalannya setiap waktu.
Dan, demi Allah, hari-hari ini menjadi hari-hari terindah sebab kami bisa lebih dekat dengan Al Quran…
Bagaimanya proses perjalanan pengambilan sanadnya?
Insya Allah saya lanjutkan lagi dalam tulisan berikutnya…