Beginilkah Keadaan Kita
Dunia benar-benar meradang. Kemajuan teknologi tidak diiringi oleh kebaikan moral. Yang hadir adalah ilmu tanpa moral. Penemuan tanpa moral. Pemimpin tanpa moral. Rakyat tanpa moral. Pendidikan tanpa moral. Pergaulan tanpa moral. Rumah tangga tanpa moral.
Sebuah perjalanan panjang yang akan berujung kegundahan dan kesengsaraan.
Ada Ibu Nurmayani, seorang guru Biologi SMPN 1 Bantaeng, terpaksa mendekam di tahanan karena dilaporkan oleh wali murid pada polisi telah mencubit salah seorang siswanya. Ada Ibu Darmawati, guru agama yang berakhir dipenjara karena mengibaskan mukena untuk menghentikan anak bermain saat waktu shalat dhuhur. Ada Pak Mubazir yang dipenjara karena memaksa murid disiplin memotong rambut. Ada murid SMP yang mengajak gurunya berkelahi karena ditegur untuk tidak merokok di kelas. Ada murid yang benar-benar memukul guru.
Secara umum yang terjadi ada hilangnya rasa penghormatan kepada guru. Akibatnya adalah berbicara dan bersikap tidak lagi diiringi oleh sopan santun.
Dalam keadaan seperti ini, apalagi keberkahan dan kemanfaatan ilmu yang bisa diharapkan saat seorang murid tidak lagi beradab kepada gurunya?
Fenomena bully membully di kalangan siswa juga sangat marak. Cacian, makian, dan hinaan dari bentuk yang paling sederhana sampai ke tahap yang paling menyedihkan dapat kita saksikan.
Belum lagi pelanggaran mandiri seperti kebiasaan kata-kata kotor, melanggar tata tertib dan kedisiplinan, berkelahi, nonton film porno, dan hal-hal lain yang semakin membuat kita semakin bingung akan kemana arah bangsa ini.
Memperbaiki Diri
Kemuliaan diri kita tergantung pada kualitas akhlak yang kita miliki. Nabi Muhammad misi utama perbaikan akhlak. Maka praktis seluruh ajaran-ajaran adalah bagian dari usaha perbaikan akhlak dan moral itu.
Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan, terutama pada pembinaan adab. Prinsipnya adalah Adab sebelum Ilmu, Iman sebelum Al Quran. Artinya pembinaan adab lebih diutamakan sebelum memulai pembelajaran aneka ilmu pengetahuan, dan penanaman keimanan jauh lebih didahulukan sebelum menghafal dan mempelajari Al Quran.
Dari Jundub bin Junadah –radhiyallahu ‘anhu– berkata, “Kami telah bersama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika kami masih sangat muda. Kami mempelajari iman sebelum belajar al-Quran, kemudian barulah kami mempelajari al-Quran hingga bertambahlah keimanan kami karenanya.” (HR. Ibnu Majah)
Tradisi pembinaan adab sebelum ilmu dapat kehidupan ulama ulama terdahulu.
Imam Abdullah bin Mubarak berkata, “Saya mempelajari adab selama 30 tahun, dan saya mempelajari ilmu selama 20 tahun. Demikianlah para ulama terdahulu belajar adab sebelum ilmu)”
Sebagian ulama berkata, “Adab itu dua pertiga ilmu”
Yang lainnya berkata, “Sedikit adab lebih kami perlukan daripada banyak ilmu”
Menyadari pentingnya penanaman adab ini, para guru pun berusaha hadir di hadapan para muridnya dengan adab-adab yang mulia, dan para murid mendapatkan banyak pelajaran adab dari guru-gurunya.
Abdullah bin Wahab, seorang murid Imam Malik bin Anas, pernah menyatakan, “Apa yang kami pelajari dari Imam Malik dari adabnya lebih banyak dari pada apa yang kami dapatkan dari ilmunya” Padahal majlis Imam Malik terkenal penuh dengan banyak ilmu dan pengetahuan.
Saat Imam Malik bin Anas kecil, ia pun mendapatkan pesan yang sama dari Ibunya. Ia bercerita,”Saat kecil dulu, ketika ibuku menyiapkan imamahku sebelum pergi belajar, ia selalu berpesan, “Wahai Malik, pelajarilah adab terlebih dahulu dari gurumu sebelum engkau belajar ilmu”
Imam Ibrahim bin Hubaib, sebelum ia keluar untuk menuntu ilmu, bapaknya berpesan, “Anakku, datangilah para Fuqaha dan Ulama, belajarlah dari mereka, ambillah adab-adab, akhlak, dan petunjuk mereka. Demikianlah lebih saya sukai daripada menguasai banyak hadits”
Mengapa para ulama sangat menekankan adab ini? Sebab nilai keilmuan seseorang ada pada adabnya. Seorang yang tidak beradab, maka ilmunya menjadi tidak bermanfaat.
Imam Hasan Al Bashri berpesan, “Seorang yang menuntut ilmu, hendaklah terlihat bekas ilmunya itu pada kekhusyu’an, pada petunjuk, pada lisan dan tangannya”
Inilah keadaan para ulama terdahulu sebelum menuntut ilmu. Untuk meraih kejayaan seperti apa yang pernah mereka raih, kita perlu menerapkan pendidikan adab seperti yang mereka terapkan dulu.
Bagaimana adab diri kita? Kitalah yang bisa menilai.
Bisa kita perbaiki untuk menjadi lebih indah lagi? Tergantung kita, mau atau tidak.