Di tengah dinginnya subuh yang berkabut di puncak Ungaran, lantunan tilawah yang dibacakan oleh Ust. Ashim mampu menggetarkan jiwa.
Di Rakaat pertama, beliau membaca 3 ayat terakhir Surah Al Baqarah…
(لِّلَّهِ مَا فِی ٱلسَّمَـٰوَ ٰتِ وَمَا فِی ٱلۡأَرۡضِۗ)
“Milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. …” dan seterusnya
Di rakaat kedua, beliau membaca Surah Ali Imran ayat 190-194:
(إِنَّ فِی خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَ ٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَـٰفِ ٱلَّیۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَـَٔایَـٰتࣲ لِّأُو۟لِی ٱلۡأَلۡبَـٰبِ)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal….” dan seterusnya.
Berulang kali ayat ini saya sudah dengar, tapi pengaruhnya dalam hati sangat jauh berbeda, saat ayat itu dibacakan dengan merdu di Puncak Gunung, saat langit terasa luas membentang, bulan dan bintang terasa dekat, dan mata mampu menyaksikan luasnya kebesaran Allah.
Dada bergetar dan mata pun tak kuasa menahan air mata yang keluar begitu saja.
Itulah momentum. Yaitu saat hati terkondisikan untuk khusyu menyaksikan kekuasaan ilahi.
Puncak Ungaran
Saat tiba di puncak Ungaran, seluruh rasa capek dan lelah mendaki selama kurang lebih 3 jam itu mendadak hilang. Yang ada adalah kebahagiaan yang luar biasa bisa menaklukan gunung berketinggian 2050 mdpl (meter di atas permukaan laut) itu.
Setiap orang berusaha mengabadikan suasana itu dengan berfoto ria. Selembar foto itu akan sangat bernilai harganya, sebab ia akan menceritakan tentang banyak hal; tentang kenangan sebuah kebersamaan dan persaudaraan, juga tentang kegagahan diri yang mampu menaklukkan puncak Ungaran dengan medan yang curam dan terjal.
Itulah momentum.
Tidak cukup satu menit mengambil gambar, tetapi itu menjadi satu menit yang sangat berarti. Dan mungkin akan ada penyesalan yang mendalam di kemudian hari bila hari ini tidak sempat mengambil foto di tempat itu.
Kebahagiaan Sejati
Bila ada kecil usia tiga tahun diminta mendorong lemari besar yang berat, mungkin hanya akan bergeser satu atau dua senti. Itulah perumpamaan dari kata “Zuhziha aninnnar” Kalau ada seseorang yang dipalingkan dari neraka, satu senti saja, maka ia beruntung.
Itulah momentum.
Saat seseorang seharusnya masuk neraka, sebentar lagi ia akan memasukinya, namun Allah berkenan mengampuni dosanya, maka itulah momentum keberuntungan yang besar
Iman dan Amal
Maka diantara rangkaian kegiatan hidup, temukanlah momentum meningkatkan iman dan amal. Rasulullah berpesan: _la tahqiranna minal ma’ruufi syaian_ janganlah meremehkan kebaikan sekecil apapun.
Jangan remehkan kebaikan walaupun hanya berbagi air minum. Bisa jadi itulah momentum kebaikan, yaitu ketika kita memberi minum kehausan.
Jangan remehkan kebaikan walau hanya berbagi tumpangan. Itu bisa menjadi amal yang sangat besar sebab itulah yang diperlukan saudara kita saat itu.
Jangan remehkan untuk berbagi sedikit makanan, bisa jadi itulah yang akan menjadi amal paling berharga di sisi Allah…
Dan akhirnya Ungaran memberikan sebuah pelajaran: bahwa dalam sebuah usaha dan perjuangan, kita tidak boleh berhenti.
Istirahat boleh, berhenti jangan.
Tetap harus melangkah, sekecil apapun langkah itu. Itulah yang akan membawa kita ke puncak.
Sebab pada akhirnya lelah itu akan hilang, sementara sejarah dan kenangan hidup akan tetap abadi selamanya.
=======
Sebuah renungan kecil di Puncak Ungaran,
15 September 2019