Waktu Yang Tak Lama
Ayah Bunda, mau kita bawa kemana masa depan anak-anak kita?
Sungguh, masa masa kebersamaan kita dengan anak itu tidak akan lama. Akan datang suatu saat kita tidak bisa lagi menikmati bermain dan bercanda bersama anak-anak kita betapa pun kita ingin sekali melakukannya. Kita tidak akan mendengar lagi suara rengekan mereka yang ingin ikut saat kita pergi meninggalkan rumah dan sambutan mereka yang ceria dan gembira saat kita kembali.
Tidak ada lagi yang merengek mau nonton film kartun kesukaannya, di saat kita mau bekerja menggunakan laptop. Tidak ada lagi yang tertawa tawa menaiki punggung kita saat sujud shalat. Tidak ada lagi yang bahagia penuh suka cita saat kita mengajak mereka jajan dan membelikan makanan kesukaan.
Mereka sudah punya dunia sendiri dan kesibukan sendiri. Dalam beberapa waktu ke depan, mereka bahkan lebih memilih bermain dengan teman sekelas daripada bersama dengan kita. Mereka lebih menuruti kata-kata temannya lebih daripada kata-kata kita sebagai orangtuanya.
Sementara kita dan istri tidak selamanya muda dan kuat. Akan datang saatnya fisik kita semakin melemah, daya ingat dan pikiran kita menurun. Kesibukan dan amanah yang diberikan kepada kita mungkin bertambah,menuntut banyak curahan waktu dan pikiran, diiringi oleh aktifitas fisik yang melelahkan.
Saat itu, hubungan fisik sudah berkurang. Ada jarak yang memisahkan. Si kakak sekolah dimana, di adek sekolah dimana, sementara kita pun punya kesibukan yang berbeda. Yang mempertautkan kita adalah visi keluarga, ikatan jiwa, dan kesamaan rasa. Itulah yang mengikat hati dan membangun keharmonisan keluarga saat mereka menjalani kehidupan yang berbeda di tempat yang tidak sama.
Itu kalau hari ini kita sempat membangunnya.
Tiga Aspek Utama
Layaknya tumbuhan yang merambat ke arah matahari yang memberinya kehidupan, anak-anak kita juga tumbuh ke arah rangsangan yang mempengaruhi hati dan pikiran.
Mereka tumbuh besar tidak hanya fisiknya saja, tapi juga hati dan akal pikirannya. Mereka yang dulu hanya mengikuti kehendak orangtuanya, sekarang sudah memiliki cukup informasi untuk berfikir dan merasa yang semakin menguatkan pilihan hidup mereka. Kita pun harus siap bila ternyata keinginan kita sebagai orang tua tidak sesuai dengan keinginan anak-anak kita.
Kenapa bisa berbeda? Sebab akal dan hatinya tumbuh sesuai dengan rangsangan yang mereka terima. Sementara indra dan fisik mereka hanya mengikuti apa kata hati dan pikiran saja.
Kalau rangsangan dari kita kuat sehingga bisa merasuk ke dalam hati dan pikirannya, insya Allah kita akan bisa mengarahkan pertumbuhan ini. Kalau tidak, teman dan internetlah yang akan mengendalikan mereka.
Maka akan kita bawa kemanakah anak-anak kita? Fisik mereka pasti akan tumbuh dengan sendirinya. Tapi bagaimana dengan hati dan akalnya? Keduanya akan kita isi dengan apa sehingga bisa menguatkan anak-anak kita menatap kehidupannya? Bila kita serahkan akan dan hati itu kepada game online dan tontonan media sosial untuk membentuknya, maka tidak perlu menyesal bila suatu ketika ternyata anak kita tumbuh tak sesuai harapan orangtuanya.
Kesatuan ketiga aspek ini: Fisik, Akal, dan Hati, adalah yang membentuk seorang anak manusia. Masing-masing aspek ini memerlukan nutrisi dan asupan gizi yang cukup agar dapat tumbuh berkembang dengan aktif dan produktif. Makanan 4 sehat 5 sempurna yang kita berikan kepada anak bukanlah segalanya untuk masa depan mereka. Sebab itu baru menutupi nutrisi fisiknya saja, belum hati dan akalnya, padahal akal dan hati pun perlu mendapatkan asupan gizi yang sama. Nutrisi akal adalah ilmu, informasi, fakta, data, analisa, dan lain sebagainya, sementara nutrisi hati adalah dzikir, tilawah, shalawat, wirid, istighfar, khauf, raja’ tawakkal, dan berbagai macam ibadah hati lainnya.
Selama ini, bila fisik anak kita terganggu oleh pilek, demam, sakit perut, dan berbagai penyakit fisik, kita tidak pernah tinggal diam. Apapun kita lakukan agar anak kita bisa sembuh seperti sediakala. Naluri sebagai orangtua yang dipenuhi rasa kasih sayang menggerakkan kita melakukan hal itu.
Tapi, adakah hal yang sama sudah kita lakukan ketika akal dan hatinya sakit? Bentuk sakitnya tentu berbeda dengan sakit fisik dan obat yang diberikan pun berbeda. Sudahkah kita memahami gejalanya dan apa yang perlu kita lakukan sebagai orang tua saat kita lihat gejala itu pada anak kita? Sebelum itu, sudahkah kita memenuhi kebutuhan asupan nutrisi akal dan hati anak anak kita?
Shaleh, Cerdas, Segar Bugar
Dari pemahaman tentang keterbatasan waktu yang kita miliki untuk mendidik anak dan keharusan memenuhi kebutuhan tiga aspek ini, menuntut kita untuk membuat sebuah visi hidup ke depan agar pertanyaan di awal tadi bisa kita jawab.
Mau kita bawa kemana anak-anak kita?
Visi adalah cita cita masa depan yang ingin kita raih dan wujudkan. Sebuah masa depan yang penuh harapan itu tentu tak datang begitu saja, ia perlu perencanaan dan perjuangan untuk mewujudkannya. Memberi makan, pakaian, dan menjaga kesehatan, sudah menjadi kewajiban dasar kita sebagai orang tua. Sama wajibnya dengan memberikan informasi dan pengetahuan yang benar, juga merawat hatinya dengan doa, dzikir, dan nasehat agar layak menerima hidayah, yang kemudian darinya lahir aneka akhlak terpuji.
Jadi visi keluarga kita menyentuh tiga aspek ini: hati, akal, dan fisik. Yang bisa diformulasikan, misalnya, menjadi: shaleh, cerdas, dan segar bugar. Shaleh terkait sisi religius dan spiritualitas anak, cerdas terkait daya serap, daya analisa, dan daya ciptanya, sementara segar bugar terkait dengan fisik kuat yang mampu beraktiftas dengan baik.
Dari tiga hal ini kita bisa membuat raker di rumah, membicarakan dengan istri dan melibatkan anak anak tentang rancangan motivasi, program kegiatan, dan pembiasaan apa yang perlu dilakukan untuk mewujudkan visi keluarga ini.
Dengan demikian, anak anak kita tumbuh besar dalam pengawasan dan pendidikan. Fisik mereka berkembang, sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan spiritual yang tercermin dalam keindahan akhlak.