Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya Bung Karno dan Bung Hatta mengumumkan kemerdekaan Republik Indonesia. 17 Agustus 1945 menjadi hari yang sangat bersejarah.
Tapi ternyata itu bukan tanda akhir perjuangan. Belanda masih berat melepas daerah jajahannya yang sangat potensial ini.
Belanda masih berat melepas daerah jajahannya yang sangat potensial ini. Belum satu pekan berlalu dari proklamasi kemerdekan, tanggal 23 Agustus 1945, pasukan Sekutu dan NICA (Netherland Indies Civil Administration) sudah mendarat di Sabang, Aceh. Selanjutnya, mereka tiba di Jakarta pada 15 September 1945.
Selain membantu Sekutu untuk melucuti tentara Jepang yang tersisa, NICA di bawah pimpinan Jenderal Van Mook atas perintah Kerajaan Belanda membawa kepentingan lain. Van Mook bertugas menjalankan pidato Ratu Wilhelmina terkait staatkundige concept atau konsepsi kenegaraan di Indonesia.
Lalu berakhir dengan Perjanjian Linggarjati tahun 1947 yang menyatakan bahwa Indonesia berada di bawah pemerintahan Ratu Wilhelmina. Republika Indonesia Serikat menjadi negara persemakmuran Belanda. Dan sebagai konsekwensinya, Belanda akan menarik pasukannya..
Tahun itu juga ternyata Belanda melanggar perjanjian. Mereka melakukan Agresi Militer 1 yang berujung pada Perjanjian Renville yang isinya:
Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah Republik Indonesia, dan TNI harus mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Disusul dengan Agresi Militer 2 tahun berikutnya, 1948. Berakhir dengan Konferensi Meja Bunda tahun 1949. Belanda mengakui Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Sudah selesai sampai di situ?
Ternyata belum.
Keinginan dari negara asing untuk menguasai negeri indah dan makmur, Indonesia, ternyata belum berhenti.
Pengkhianatan berdarah yang dilakukan oleh PKI mengorbankan banyak nyawa anak bangsa.
Hingga kini kita merasakan sendiri semangat penjajahan, yang memberikan kesempatan pihak asing yang mengeruk kekayaan Indonesia, mengambil hasil alamnya, menguasai tanahnya.
Motifnya masih sama: Gold, Gloriy, dan Gospel. Mendapatkan kekayaan, kekuasaan, dan penyebaran agama dan keyakinan.
Pintu masuk melalui militer mungkin agak frontal. Maka penjajah itu masuk melalui ekonomi, budaya, dan pendidikan.
Penting sekali mengajak anak anak, para murid, dan juga masyarakat untuk peduli. Bahwa perjuangan ini belum berakhir. Dan kita mesti mempersiapkan diri.
Jangan sampai seperti burung onta, menganggap bahwa cara menghindari musuh adalah dengan memasukkan kepala ke dalam pasir. Anggapannya: musuh tidak kelihatan berarti tidak ada.
Bekal Kepahlawanan
Lalu apa Bekal Kepahlawanan yang perlu ditanamkan kuat kepada anak, agar mereka Tetap Sedia Membela Negara Kita?
Paling tidak ada empat: Akal, Agama, Rasa Malu, dan Amal Shalih. Seperti kata Syekh Muhammad Nawawi Al Bantani di kitabnya Nashaihul Ibad.
Akal
Sebab akal adalah sumber segalanya. Apa yang terjadi di dunia nyata, telah terjadi sebelumnya di dunia konseptual. Pilihan dan gaya hidup adalah konsekwensi dari akal itu. Begitu pula kebijakan kebijakan publik. Maka alangkah sengsaranya kehidupan kita tanpa ada bekal akal yang memadai.
Alangkah sengsaranya sebuah bangsa memiliki pemimpin dengan kemampuan akal yang terbatas. Maka sebelum pada akhirnya kita mendapatkan amanah itu di masa depan, bekalilah diri dengan akal dari sekarang
Banyaklah membaca, banyaklah mendengar, banyaklah bertanya, itulah cara kita membesar kapasitas akal.
Agama
Akal itu menjadi liar kalau sampai ditunggangi oleh nafsu. Sebuah perkara asalnya itu nafsu, tapi diatasnamakan akal. Maka yang terjadi adalah kekacauan.
Agama adalah jalan hidup. Iman itu diatas akal. Iman mengarahkan kepada hakikat hakikat pasti yang tidak dapat dilihat oleh panca indera, tapi dapat ditangkap oleh akal yang sehat. Seperti keyakinan kepada hal hal yang ghaib; iman kepada Allah dan hari akhirat.
Di sini akal tunduk kepada iman.
Dan iman itu yang mengatur kehidupan menjadi lebih baik, melalui rangkaian ibadah dan aturan aturan. Imanlah yang mengarahkan akal, akallah yang menguatkan iman. Keduanya saling berhubungan erat.
Rasa Malu
Rasa malu adalah sumber dan mesin produksi akhlak yang mulia. Buah dari akal dan iman. Bila hilang rasa malu, maka hilang pula kemuliaan akhlak.
Seorang manusia tidak malu kepada Pencipta dirinya, lahirlah kesyirikan. Tidak malu kepada manusia, lahir korupsi, penyelewengan, dan kenistaan.
Sejak kecil anak harus diajarkan untuk memiliki rasa malu yang tinggi, sehingga hidupnya terjaga dari nilai nilai yang buruk.
Amal Shaleh
Inilah juga buah akal dan agama. Yang semakin dikristalkan dengan adanya rasa malu yang tinggi.
Sebab pada akhirnya akal dan agama kita terlihat dari apa yang kita lakukan, dan mampu kita berikan.
Kuatkanlah empat potensi dan bekal kepahlawanan ini dalam diri kita dan anak anak. Dengan demikian kita mampu memikul beban dan melanjutkan perjuangan
.Syekh Muhammad Al Ghazali pernah berpesan:
لا تسأل الله أن يخفف حملك
ولكن اسأل الله أن يقوي ظهرك
فإن خفة الحمل من شيم الضعفاء
Jangan meminta kepada Allah untuk mengurangi bebanmu. Tetapi mintalah kepada Nya untuk menguatkan punggungmu. Sebab ringannya beban adalah tanda-tanda orang yang lemah.
Dan pada akhirnya, kalau saat ini negara kita merdeka dan tegak berdiri, itu karena kebesaran akal, kekuatan iman, rasa malu yang tinggi, dan amal shaleh yang produktif dari para pahlawan dan pendiri bangsa ini.
(Sekilas renungan kemerdekaan yang tersampaikan pada upacara hari kemerdekaan pagi ini di PPTQ Ibnu Abbas Klaten)
Sabtu, 17 Agustus 2019