مَنْ جَاۤءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهٗ عَشْرُ اَمْثَالِهَا ۚوَمَنْ جَاۤءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزٰٓى اِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
QS. Al An’am160: Siapa yang datang membawa kebaikan, dia akan mendapat balasan sepuluh kali lipatnya. Siapa yang datang membawa keburukan, dia tidak akan diberi balasan melainkan yang seimbang dengannya. Mereka (sedikit pun) tidak dizalimi (dirugikan).
Alangkah beruntungnya orang yang di hari kiamat datang membawa kebaikan, sehingga timbangan amalnya berat ke kanan, dan akhirnya ia pun mendapat kehidupan yang memuaskan.
Jalan-jalan kebaikan sungguh sangat banyak. Ada beberapa shortcut atau jalan pintas untuk meraih kebaikan. Kalau kita tahu, kita bisa melipatgandakan satu kebaikan sederhana.
Baik Sejak Dalam Pikiran
Kebaikan itu telah membawa keberkahan bagi pelakunya, bahkan ketika masih berada dalam pikiran. Apalagi ketika terwujud dalam kenyataan.
Ketika ada orang yang berbagi dengan banyak orang, lalu hati kita berbisik, “kereen, saya ingin seperti itu juga,” maka saat itu pula ia telah mendapatkan kebaikan atas niatnya.
Atau suatu ketika terbetik di dalam hati, “Di masa depan nanti, saya ingin mengentaskan kemiskanan, membantu orang kesusahan, membangun masjid untuk orang shalat, membangun sekolah untuk mencerdaskan anak-anak yang ada,” dan seterusnya niat kebaikan lainnya, maka saat itu juga niat itu telah menjadi kebaikan.
Rasulullah pernah menyatakan, dalam hadits Riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa barangsiapa yang berniat untuk mengerjakan amal kebaikan namun belum terlaksana, maka Allah akan catat baginya satu kebaikan yang sempurna.
Itulah mengapa, niat seorang mukmin lebih baik dari amalnya. Niat-niat itulah yang sering kali membuka jalan keberkahan menuju kebaikan itu. Dan ketika bertemu dalam sebuah keadaan spontan, maka yang akan keluar adalah niat kebaikan itu.
Seperti apa yang terjadi pada Rabi’ah bin Ka’ab Al Aslamy, seorang pelayan setia Rasulullah. Melihat ketulusannya, Rasulullah pernah bertanya, “Rabi’ah, mintalah kepadaku apa yang engkau mau”
Dengan spontan Rabi’ah menjawab, “Aku hanya berharap bisa membersamaimu di surga, wahai Rasulullah”
“Ada yang lain, wahai Rabi’ah” tanya Rasulullah
“Tidak, itu saja wahai Rasulullah,” kata Rabi’ah
“Kalau begitu, bantu aku untuk mewujudkan hal itu untukmu dengan memperbanyak sujud” kata Rasulullah.
Demikian pula ketika Rasulullah bertanya tentang orang-orang yang masuk surga tanpa hisab, Ukasyah bin Mihshan langsung berdiri, “Ya Rasulullah, doakan agar aku termasuk dalam golongan mereka”
“Engkau termasuk golongan mereka,” tegas Rasulullah
“Ya Rasulullah, aku juga” kata seorang sahabat lainnya
“Ukasyah telah mendahuluimi” kata Rasulullah
Mengapa Ukasyah? Sebab, kata para ulama, ia telah lama menghadirkan keinginan masuk surga tanpa hisab. Maka ketika terbuka kesempatan, ia yang langsung bisa meraihnya.
Maka, setiap kali melihat kebaikan orang lain, hadirkanlah niat untuk melakukan kebaikan yang serupa.
Bayangkanlah indahnya ketaatan kepada Allah
Misalnya, saya ingin tidur lebih awal dan bangun di sepertiga malam. Dalam kesyahduan malam itu, saya berwudhu, menikmati sejuknya air. Kemudian saya shalat dengan penuh kekhusyu’an, membawa setiap ayat al quran dengan penuh perenungan yang mendalam. Saya menikmati derai air mata yang jatuh akibat penyesalan terhadap dosa-dosa.
Di saat itu, saya memanjatkan doa, mohon kebaikan untuk diri sendiri dan seluruh keluarga. Saya ingin mengajukan permohonan kepada Allah untuk hal-hal yang sangat saya harapkan, lalu Allah jawab permintaan itu dengan segera,…
dan seterusnya
Belum juga shalat tahajjud dan doa itu kita lakukan, kita sudah mendapatkan pahalanya.
Maka rasanya kita perlu meluangkan waktu untuk sekedar mengkhayal, membayangkan, dan juga meniatkan kebaikan-kebaikan apa yang bisa kita lakukan di masa depan.
Tujuannya adalah mengkondisikan hati, pikiran, dan anggota tubuh kita untuk menikmati ketaatan kepada Penciptanya.