Setelah menempuh perjalanan 8 jam dari Solo, akhirnya tim Forum Maahid dan Madaris Quran Indonesia (Formaqin) tiba di halaman kampus Universitas Ibnu Khaldun, Bogor, pada jam 4 subuh (Senin, 15/1/24).
Setelah Shalat Subuh di Masjid Al Hijri, kami diterima di kantor pusat Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) oleh Ketua Umum BKsPPI, Prof. Dr. KH. Didin Hafidudhin beserta beberapa pengurus.
Beliau tidak lama bersama kami, sebab hari itu ada jadwal periksa ke rumah sakit. Beliau sudah operasi pasang ring di jantung pertama kali sekitar 10 tahun lalu.
Saat ini pasang ring lagi untuk ke sekian. Dengan alasan kesehatan, beliau dilarang oleh dokter untuk banyak beraktifitas seperti menerima tamu, mengisi kajian, menghadiri rapat, dan disarankan untuk lebih banyak istirahat.
“Nah disitulah masalahnya,” kata Prof. Didin. “Bagi saya,” kata beliau, “yang paling berat itu justru ketika disuruh istirahat, bukan soal sakit.”
Sebab aktifitas keutaman beliau itu sangat banyak.
“Kita itu perlu sering silaturrahim. Dengan adanya silaturrahim, maka akan ada ta’liful qulub (pertauatan hati), dari ta’liful qulub ada ta’liful fikrah (pertautan pikiran), dari ta’liful harakah (gerakan bersama).”
Efek silaturrahim adalah kekuatan ukhuwah, persaudaraan sesama muslim. Dalam bingkai persaudaraan ini kita berusaha untuk bersama tafaqquh fiddin, terus memperdalam pemahaman kita tentang agama.
Ukhuwah dan pemahaman agama yang mendalam tujuannya adalah untuk iqamatuddin, menegakkan agama.
Empat pilar ini sering sekali ditekan oleh Prof. Didin. Agar mudah diingat oleh para santri dan masyarakat luas, maka empat pilar itu dijadikan nama merek air minum produksi BKsPPI. Nama merek air minumnya: SUTI (Silaturrahim, Ukhuwah, Tafaqquh fiddin, Iqamatuddin).
Setelah menyampaikan nasehat, mendengarkan beberapa hal dari tim, dan memberikan jawaban, beliau pamit untuk bersiap ke rumah sakit.
Pertemuan dilanjutkan oleh sekretaris beliau, Dr. H. Akhmad Alim, Lc., M.A., Ketua Program Studi Ilmu Al Quran dan Tafsir UIKA. Beliau menjelaskan tentang peluang-peluang yang bisa dikerjasamakan.
Salah satunya adanya program Rekognisi Pengalaman Lampau (RPL) untuk para ustadz dan kiai yang sudah berkecimpung lama dalam pendidikan, bisa mendapatkan gelar S1 tanpa harus kuliah, tapi dengan menghitung lama pengalaman dalam mengajar dan mendidik.
Gelar ini juga bisa diberikan kepada mahasantri Ma’had Aly di beberapa pondok pesantren yang belum muadalah, juga kepada mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi yang ijazahnya tidak diakui lagi di Indonesia, seperti sebuah lembaga pendidikan Bahasa Arab di Indonesia.
Teknisnya adalah mengkonfersi nilai yang ada ke bentuk nilai, memberikan mata kuliah yang belum didapatkan, dan dihitung sebagai nilai akhir.
Ada program kelas jauh untuk pendidikan S2 dan S3. Ada juga program pelatihan yang bisa dikerjasamakan seperti Training Islamic Wordl View, Training Olimpiade Matematika Internasional, dan Training Penanganan LGBT di Pondok Pesantren
Pertemuan yang singkat, tapi memberi banyak manfaat.
Ke depan, Insya Allah Formaqin akan menindaklanjuti beberapa peluang ini dan berkoordinasi dengan pondok-pondok tahfiz yang ada.
=====
duakhalifah.com