Sebab Kebencian

Tadabbur Surat Ash Shaff Ayat 3

☀️•°•☀️•°•☀️•°•☀️•°•☀️•°•☀️•°•☀️

Sebab Kebencian
Oleh: @umarulfaruq.abubakar

Cinta dan benci bisa datang silih berganti, dan masing-masing punya sebab yang membuatnya hadir dalam hati.

Tentang ketidaksukaan kepada sesuatu, dalam Al Quran Allah menyatakan dengan ungkapan “La Yuhibbu.”

Misalnya, Wallahu la yuhibbul mu’tadin (Allah tidak suka kepada orang yang melampaui batas), la yuhibbuz zhalimin (tidak suka kepada orang yang zhalim), la yuhibbu kulla kaffaarin atsim (tidak suka kepada orang tidak beriman dan suka berbuat dosa), dan seterusnya.

Tetapi kali ini, Allah mengungkapkan ketidaksukaan ini dengan ungkapan Kabura Maqtan, yang berarti amat sangat besar kebencian di sisi Allah.

Ungkapan Al Maqtu ini, kata Imam Az Zamakhsyari dalam Tafsir Al Kasyaf, berarti
المقت أشد البغض وأبلغه
إذا ثبت كبر مقته عند الله فقد تم كبره وشدته وانزاحت عنه الشكوك

Al Maqtu adalah puncak kebencian.
Ketika kebencian itu benar benar besar di sisi Allah, maka kebencian yang benar-benar sempurna, tidak ada keraguan lagi sama sekali.

Kepada kebencian yang sangat besar itu?

Kata Kabura Maqtan disebutkan dua kali dalam Al Quran, untuk dua macam orang. Yaitu dalam Ash Shaf ayat 3 dan Ghafir ayat 35.

Yang pertama kebencian kepada orang-orang yang mengatakan apa yang tidak mereka kerjakan. Yang kedua kebencian kepada orang-orang yang memperdebatkan ayat Allah.

كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ
Sangat besarlah kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.(QS. Ash Shaff: 3)

الَّذِيْنَ يُجَادِلُوْنَ فِيْٓ اٰيٰتِ اللّٰهِ بِغَيْرِ سُلْطٰنٍ اَتٰىهُمْۗ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ وَعِنْدَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا
“Orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka, sangat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman” (QS. Ghafir: 35)

Hati-hati Berbicara

Dalam tafsir Al Muharrar Al Wajiz, Ibnu ‘Athiyyah menyatakan:
وقَوْلُ المَرْءِ ما لا يَفْعَلُ يُوجِبُ مَقْتَ اللهِ تَعالى، ولِذَلِكَ فَرَّ كَثِيرٌ مِنَ العُلَماءِ مِنَ الوَعْظِ والتَذْكِيرِ وآثَرُوا السُكُوتَ

Bahwa kata kata seseorang untuk sesuatu yang tidak dilakukan akan mengundang kebencian dari Allah. Maka banyak para ulama tidak mau memberi nasehat kepada banyak orang, dan lebih memilih diam.

Ini bukan berarti cuek dari kezaliman dan kemungkaran.

Setiap bagi setiap muslim, amar makruf dan nahi munkar hukumnya wajib, terlebih lagi bagi para ulama.
Yang dimaksud oleh Ibnu ‘Athiyyah di sini adalah karena beratnya tanggungjawab kata-kata, maka para ulama memilih untuk lebih banyak diam daripada banyak berbicara.

Sebab setiap muslim punya dua kewajiban dalam memerintahkan pada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran; yaitu kewajiban kepada diri sendiri dan kepada orang lain. Seperti dalam ayat:

قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا
“Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (QS. At Tahrim: 6)

Idealnya, kita perhatian kepada diri sendiri, juga perhatian kepada orang lain.

Tetapi ketidakmampuan kita untuk perhatian kepada diri sendiri, tidak membuat kewajiban gugur untuk perhatian kepada orang lain.

Misalnya seorang ayah yang tidak shalat, tidak membuat kewajiban menyuruh anaknya shalat menjadi gugur. Dia tetap harus menyuruh anaknya shalat, sambil diri sendiri berusaha melaksanakan shalat itu dengan baik.

Menjual Omong

Adapun tentang mereka yang hanya menjual omong, pandai menyuruh orang lain untuk jujur padahal mereka sendiri suka berbohong; menyuruh orang lain untuk menghormati hak orang lain padahal dia sendiri korupsi, menyuruh orang zuhud dan hidup prihatin sementara hidupnya bergelimang harta dan berlebih-lebihan, maka Imam Ibnul Qayyim mengingatkan:

عُلَماء السوء جَلَسُوا على باب الجنَّة يدعونَ إلَيْها النّاس بأقوالهم ويدعونهم إلى النّار بأفعالهم، فَكلما قالَت أقْوالهم للنّاس هلمّوا قالَت أفعالهم لا تسمعوا مِنهُم، فَلَو كانَ ما دعوا إلَيْهِ حَقًا كانُوا أول المستجيبين لَهُ.
فهم في الصُّورَة أدلاء، وفي الحَقِيقَة قطّاع الطّرق

“Para Ulama Su’ (ulama yang buruk), mereka duduk di pintu surga mengajak manusia dengan kata-katanya, tapi mereka mengajak ke neraka dengan perbuatannya.

Setiap kali mulut mereka berucap, “ayo ke surga,” tindakan mereka berkata, “jangan dengar kata-kata ini”
Kalau memang mereka benar-benar mengajak manusia kepada kebaikan, seharusnya mereka yang pertama kali melakukan (tapi ternyata tidak demikian).

Mereka tampak seperti para pemberi petunjuk, tapi sejatinya mereka itu para penyamun. ”

***

Pada akhirnya, urusan lisan ini memang berat. Perlu ada rasa takut di dalam hati.
Dari para guru kita belajar: janganlah banyak bicara. Sekali berbicara, hendaklah sesuai antara kata dan perbuatan.

Jika bisa memilih, maka lebih baik banyak berkata dengan perbuatan, daripada banyak berbuat dengan perkataan.

====

duakhalifah.com

Leave A Reply

Navigate