Bertasbih Bersama Semesta

Tak hanya membersihkan fisik dari penyakit, rasanya kita perlu juga membersihkan hati dari dosa.

Seperti penyakit yang berbahaya yang menggerogoti tubuh, dosa menjadi virus berbahaya yang menggerogoti hati. Membawa bau busuk dan akhirnya merusak mental sekaligus fisik, merusak jiwa sekaligus raga, secara individu maupun masyarakat dan lingkungan. Terkait efek dosa dan maksiat ini, Ibnul Qayyim membahas panjang lebar tentang hal ini dalam kitab beliau Ad Daa’ wa Ad Dawaa’

Repotnya, efek dosa ini tidak akan berhenti, terus menerus, dan sambung menyambung, melahirkan serial dosa berikutnya. Yang bisa memutus rangkaian paralel dosa ini hanyalah taubat. Selama belum bertaubat, seseorang akan bergelimang dalam dosa, hingga akhirnya celaka akibat dosanya sendiri.

Sulitnya, rangsangan untuk berbuat dosa dapat hadir setiap detik dalam hidup. Kadang hanya melalui lintasan pikiran sesaat, bisikan hati yang melintas, gambar atau pemandangan tertentu, suara, atau bahkan bau dan aroma, mampu mengingatkan tentang banyak kenangan di masa lalu, menghadirkan aneka koleksi maksiat yang pernah dilakukan, membuat benih-benih dosa yang sempat tertanam di hati menjadi bersemi kembali.

Pada gilirannya, panca indera dan fisik kasar ini hanya menjadi pesuruh dari bisikan-bisikan batin. Diri yang rapuh ini seringkali tak mampu menolak ketika kembali diajak bermaksiat.

Lalu virus maksiat itu pun segera bekerja, dengan sekejap membuat batin kita tersiksa, pikiran kita liar, tubuh kita lemah, keluarga kita tak harmonis, rezeki kita sempit, hubungan sosial kita terganggu, produktifitas menurun.

Sebagaimana raga kita yang butuh kepada obat dan penawar, terutama di saat penyakit sedang kambuh, maka jiwa kita pun demikian pula.

 

Penawar

Dalam hal ini, penawarnya adalah zikir. Dosis zikir akan mengikuti tingkat keparahan dari sakit yang ada.

Itu karena zikir adalah kekuatan yang mengontrol hati agar tetap berada dalam titik stabilnya. Yang menghalangi berbagai virus maksiat yang ingin masuk dan merusak; membuat rusuh dalam ketenangan, membuat kotor dalam kesucian, membuat sedih dalam kegembiraan, membuat kacau dalam kedamaian.

Zikir adalah makanan jiwa, yang membuatnya kuat dan mampu bertahan, berkembang, dan bergerak ke arah lebih baik.

“Ada dua kalimat, yang ringan di lisan tetapi berat dalam timbangan dan dicintai oleh ar-Rahman, ‘ Subhanallah wa bi hamdih (Mahasuci Allah dan Segala puji hanya bagiNya)’, dan ‘Subhanallahil ‘azhim (Mahasuci Allah yang Mahaagung).”

Tasbih Semesta

Tak hanya manusia, seluruh makhluk di alam semesta mempertahankan eksistensinya dengan bertasbih. Entah bagaimana tasbih mereka, kemampuan kita terbatas untuk memahami.

Yang jelas tasbih itu terus terlantunkan sejak makhluk itu diciptakan, sepanjang hidupnya, hingga akhirnya menjadi tiada.
Itulah makna, kata Imam At Thayyibi dalam Tafsir Ruhul Ma’ani, dari pengungkapan kata tasbih semesta yang berbeda-beda dalam ayat ayat suci nan mulia. Subhaana menjadi ungkapan penyucian, Sabbaha menunjukkan kepastian dan pelaksanaan sejak dahulu kala, Yusabbihu menunjukkan rutinitas dan keabadian, sementara Sabbih menunjukkan perintah untuk mensucikan.

وقالَ الطَّيِّبِيُّ: افْتُتِحَتْ بَعْضُ السُّورِ بِلَفْظِ المَصْدَرِ وبَعْضٌ بِالماضِي وبَعْضٌ بِالمُضارِعِ وبَعْضٌ بِالأمْرِ فاسْتَوْعَبَ جَمِيعَ جِهاتِ هَذِهِ الكَلِمَةِ إعْلامًا بِأنَّ المُكَوِّناتِ مِن لَدُنْ إخْراجِها مِنَ العَدَمِ إلى الوُجُودِ إلى الأبَدِ مُسَبِّحَةٌ مُقَدِّسَةٌ لِذاتِهِ سُبْحانَهُ وتَعالى قَوْلًا وفِعْلًا طَوْعًا وكَرْهًا

Ada surat dalam Al Quran yang dibuka dengan lafazh mashdar (Subhaana), ada yang dibuka dengan Fiil Madhi (Sabbaha), ada yang dibuka dengan Fiil Mudhari (Yusabbihu), dan ada juga yang dibuka dengan Fiil Amar (Sabbih), menunjukkan cakupan makna tasbih dalam aktifitas seluruh makhluk; bahwa seluruh partikel di alam semesta sejak ia hadir dari ketiadaan kepada keberadaan, sampai seterusnya menuju keabadian, terus bertasbih mensucikan Allah dengan kata dan perbuatan, secara suka rela maupun terpaksa.

Padi yang terhampar di sawah, pohon-pohon yang berderet di pinggir jalan, matahari yang bersinar dengan garang, bulan yang bercahaya penuh kelembutan, rangkaian pegunungan dan hutan, langit yang membentang luas, sungat, laut, dan samudera yang mengalir dengan tenang, berbagai hewan dan juga aneka tumbuh-tumbuhan, semuanya hanyut dalam tasbih, mensucikan Sang Pencipta, memujiNya dengan segenap namaNya yang mulia

سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

Bertasbih kepada Allah Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana (QS. Ash-Shaff: 1)

Ungkapan tasbih, itulah yang menjadi penghubung batin, antara kita manusia dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk-makhluk lainnya di jagat raya ini. Sebagai makhluk, kita berada dalam akfititas tasbih yang tak pernah berhenti, sambung menyambung siang dan malam, menyucikan Dia yang Maha Suci.

Dalam aktifitas itu, cinta Sang Maha Pencinta mengucur dengan deras, membasahi hati-hati hamba dalam setiap desah nafas tasbih mereka.

Dalam desah tasbih itu, hati ini pun bersimpuh penuh seluruh, dengan segenap pengakuan, tentang diri yang penuh dosa dan nistapa, yang selalu berharap untuk dibersihkan dan disucikan oleh Sang Maha Suci.

Subbuhun, Quddusun, Rabbul Malaaikati War Ruuh
Dialah Zat yang Maha Suci, Maha Bersih, Rabb kita, dan Rabb seluruh malaikat dan ruh-ruh di alam semesta…

====

duakhalifah.com

Leave A Reply

Navigate