Ikhtiar Membenahi Hidup

Ikhtiar Membenahi Hidup
Kalau ada yang bertanya: kapankah waktu saya merasa benar-benar belajar dan menikmati proses menuntut ilmu? Jawabannya adalah ketika masa SMP. Yaitu sekitar tahun 1997-2000, saat saya sekolah di Madrasah Tsanawiyah Alkhairaat Tilamuta dan SMP Negeri I Tilamuta.
Dulu itu, bakda subuh setelah dzikir langsung ikut program baca kitab atau Qira’ah. Mulai dari Syarah Mukhtasar Ajrumiyah Zaini Dahlan, Kafrawi, Risalatul Mu’awanah, dan beberapa kitab lainnya yang berhasil saya khatamkan.
Jam 7 masuk sekolah sampai jam 13.00. Setelah itu menemani Abah ke kebun atau baca buku. Bakda Asar baca kitab atau belajar di SMP Terbuka. Bakda Maghrib kajian di masjid atau hafal Qur’an. Bakda İsya ikut menemani Abah ngisi pengajian dan majlis taklim, sekalian hafalan kitab dan belajar mandiri persiapan besok di sekolah
Setiap hari programnya rutin seperti itu. Saya hampir tidak punya libur. Sebab saat libur hari Jum’at dan hari hari lainnya di madrasah, saya masih masuk ke sekolah reguler di SMP Negeri sebagai siswa SMP Terbuka.
Saat itu memang jumlah siswa di SMP Terbuka itu sedikit, mungkin hanya 4 orang, yang akhirnya memberi kesempatan kepada yang lainnya untuk ikut belajar. Saya salah seorang diantaranya dan jumlah kami sekitar 5 orang.
Selama di Madrasah Tsanawiyah itu, saya tidak pernah bayar SPP. Sebab dalam setiap penyerahan rapor, hadiah peraih nilai tertinggi sepondok pesantren adalah bebas SPP sekian bulan. Sementara sejak kelas 1 MTS sampai kelas 3 Aliyah saya peringkat 1 terus.
Begitu pula di SMP Terbuka. Saya tidak pernah bayar SPP sebab memang programnya gratis dari pemerintah.
Hingga tibalah saat ujian akhir. Saya harus mengikuti 3 ujian. Yaitu: ujian madrasah Tsanawiyah Alkhairaat, ujian Madrasah Tsanawiyah Negeri untuk mendapatkan ijazah formal, dan Ujian Nasional di SMP Negeri.
Alhamdulillah saya mendapatkan nilai terbaik di tiga lembaga pendidikan itu. Di Madrasah Tsanawiyah Alkhairaat Tilamuta saya juara 1, begitu pula di Madrasah Tsanawiyah Negeri juga.
Di SMP, tidak sekedar juara 1 Nilai Ebtanas Nasional di SMP Negeri 1 Tilamuta, yaitu 40 koma sekian, tapi juga peringkat ketiga se kabupaten Boealemo. İtu plus hafal Qur’an dan menguasai kitab-kitab gundul.
Kapan semua itu pernah terjadi?
Duuuuuluuuuu..!
Setelah itu?
Daya semangat rasanya semakin menurun.
Terus menurun dalam berbilang tahun.
Sekarang? Low Batt!
Kenangan kenangan ini kadang membuat saya merenung dan berfikir.
Teringat ayat Allah di Surat Al Anfal:
“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui” (QS. Al Anfal 53)
Saya berusaha mengembalikan memori apa yang dulu membuat saya semangat belajar dan mudah menerima ilmu?
Jawabannya ternyata adalah: Keteraturan.
Hidup saya saat itu benar benar disiplin dan teratur. Sehingga pencapaiannya terstrukur, hasilnya pun jelas dan terukur. Sebuah gaya hidup yang mewah, yang tidak saya bisa nikmati lagi ketika sudah jadi mahasiswa dan tahun tahun setelahnya.
Kenapa dulu bisa teratur? Secara praktis bisa dijawab: karena dulu ada ada jadwal yang jelas pelaksanaannya walaupun tidak tertulis.
Kalau sekarang?
Jadwalnya tertulis tapi pelaksanaannya tidak jelas.
Tapi lebih dari itu, ada hal hal non teknis yang lebih berpengaruh. Yaitu kalau dulu abah yang selalu memotivasi dan mengontrol kegiatan sehari-hari. Ada harapan dan cita-cita yang ingin dikejar. Ada hati yang bersih yang selalu dihiasi oleh kajian kajian kitab suluk.
Secara psikologis juga lebih tenang dan tidak banyak tuntutan kewajiban. Walaupun banyak target akademik yang harus dikejar.
Soal dosa juga mungkin berpengaruh. Dulu masih sangat minim, sekarang malah semakin banyak. Kehadiran hp dan laptop di satu sisi menambah banyak manfaat, sementara di sisi lain banyak juga mengacaukan suasana hati akibat banyaknya informasi dan juga beberapa gambar dan video yang mengganggu hati.
Jadi?
Ya, selamanya tidak ada yang berubah selama saya tidak mau berubah. Menulis seperti ini ternyata membantu mengurai banyak hal dan melihat segala sesuatu lebih jernih. Untuk kemudian merencanakan langkah-langkah yang bisa saya ambil agar bisa lebih baik.
(Bersambung…)
=========
Keterangan foto:
Saat santri Alkhairaat Tilamuta baca Yasin Tahlilan untuk almarhum aba
Izinkan Umarulfaruq Abubakar menanggapi secara

Leave A Reply

Navigate