Adanya pemberitaan-pemberitaan dari media cetak, televisi, dan radio tentang anak-anak muda yang sudah terkena dampak negatif dari modernitas; kecanduan game online, pornografi dan pornoaksi, ditambah siaran-siaran yang kuerang mendidik di tv, membuat ada sedikit prihatin dan khawatir tentang dampak buruk bagi masa depan bangsa masyarakat di Indonesia
Di sinilah pentingnya usaha mendidik anak-anak sejak dini untuk memahami nilai-nilai agama seperti memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran. Agar bangsa ini dapat terus dijaga dari pengaruh buruk yang terus membayangi.
Kebijakan menggratiskan biaya kuliah hafiz Alquran memastikan pihak kampus yang bersangkutan memiliki mahasiswa berkualitas tinggi. Sebab, para hafiz merupakan insan Muslim yang mencintai ilmu, berdisiplin tinggi, sehingga akan mudah menyerap pelajaran di universitas. mempersiapkan genenasi masa depan yang matang tentu tidak dalam waktu yang singkat.
Mengapa bisa demikian?
Itu karena Al Quran adalah kitabullah yang penuh kemuliaan. Allah angkat derajat mereka-mereka yang memuliakannya, dan hinakan orang-orang yang merendahkannya. Orang-orang yang menempel dan mendekat kepada Al Qur’an, maka ia pun akan ikut menjadi mulia. Dengan adanya rasa cinta ilmu dan disiplin tinggi, barulah seseorang dapat menyelesaikan hafalan Al Quran.
Al Quran seperti tali yang satu ujungnya ada di tangan Allah dan ujung lainnya ada di tangan manusia. Siapa yang berpegang teguh kepadanya maka ia tidak akan pernah tersesat.
Kemuliaan Al Quran ini bisa diperoleh oleh siapa saja yang mau mempelajarinya, memahaminya, dan mengamalkan kandungannya, apapun bangsa dan kewarnageraannya.
Menghafal Al-Qur’an memberikan ketenangan hati yang luar biasa. Jiwa tentram dan nyaman. Kebahagian yang hebat terasa terutama sewaktu kita dapat menghafal ayat demi ayat, lebih-lebih ketika kita menyelesaikan khatam hafalan Al-Qur’an.
Ada sebuah informasi menarik kita dapatkan dari Dr. Shalih bin Ibrahim Ash-Shani’. Setelah melalukan penelitian di Riyadh, guru besar psikologi di Universitas Al-Imam bin Saud akhirnya mendapatkan kesimpulan bahwa menghafal Al-Qur’an dapat menambah daya imunitas tubuh. Beliau juga menemukan adanya korelasi positif antara peningkatan kadar hafalan dengan tingkat kesehatan psikologis. Pelajar dan Mahasiswa yang unggul di bidang hafalan Al-Qur’an memiliki tingkat kesehatan psikologis yang jauh lebih baik.
Selain itu ada sejumlah manfaat yang dapat dirasakan ketika menghafal Al-Qur’an, antara lain: pikiran yang jernih, kekuatan memori, ketenangan dan stabilitas psikologis, senang dan bahagia, terbebas dari rasa takut, sedih dan cemas, mampu membangun hubungan social yang lebih baik dan memperoleh kepercayaan dari orang lain, terbebas dari penyakit yang akut.
Para Intelektual Polymath
Melihat kembali sejarah keilmuan Islam, kita akan mendapati banyak tokoh tokoh hebat yang telah memberikan sumbangsih pemikiran yang besar bagi kehidupan umat manusia. Jika kita menilik lebih dalam, ternyata para intelektual polymath yang menguasai banyak disiplin ilmu dengan mendalam dan menjadi bintang-bintang di langit sejarah adalah para penghafal Al Quran, dan memulai alur perjalanan keilmuan mereka dengan menghafal Al Quran.
Abu Nasir Al Farabi (870-950 M), sebelum beliau menjadi ahli dalam logika, ilmu matematika, ilmu alam, teologi, ilmu politik dan kenegaraan, beliau adalah penghafal Al Quran.
Muhammad bin Musa Al Khawarizmi (780-850 M), sebelum menjadi ahli matematika, astronomi, astrologi, dan geografi, beliau adalah penghafal Al Quran.
Ibnu Sina atau Avicenna (980-1037 M), sebelum beliau menjadi filosof, ilmuwan, dan ahli kedokteran, beliau adalah seorang penghafal Al Quran.
Ibnu Rusyd atau Averous (1126-1198 M), sebelum beliau menjadi ahli Fiqih, ahli filsafat, dan keilmuan lainnya, beliau adalah seorang penghafal Al Quran.
Mengapa demikian? Sebab pada abad keemasan islam, kegiatan pembelajaran dimulai dengan menghafal Al Quran terlebih dahulu. Penguasaan mereka terhadap Al Quran itu yang menjadi pondasi utama mereka dalam menggali ilmu-ilmu lainnya.
Ahli Sosiologi Dunia, Ibnu Khaldun, dalam kitab Muqaddimahnya, menerangkan hal ini dengan sangat jelas dalam bab “Ta’limul Wildan” (Seni Mengajar Anak). Ia mengatakan bahwa mendidik anak dengan Al Quran adalah salah satu syiar agama dan menjadi pola pendidikan di seluruh negeri-negeri Islam pada saat itu, sebab itulah cara untuk menanamkan iman dan menguatkan aqidah di hati mereka.
Belajar Al Quran juga, kata Ibnu Khaldun, adalah pondasi dasar dalam proses pendidikan, dan di atas pondasi yang kokoh ini dapat dibangun beragam bakat dan potensi keilmuan (Al Malakat). Hati seorang anak masih bersih dan sangat kuat dalam menerima pembelajaran apapun. Ketika yang diterima oleh hati mereka pertama kali adalah Al Quran maka itu akan sangat baik menjadi dasar yang kokoh untuk berbagai potensi.
Hal ini disebabkan oleh kandungan Al Quran itu yang sendiri yang merangkum banyak isyarat-isyarat ilmiah, yang dipadu dengan keindahan bahasa, dan kekuatan makna. Selain menguatkan keimanan Al Quran pun menjadi sumber inspirasi keilmuan.
Lemah dan kuatnya sebuah bangunan ditentukan oleh pondasinya. Lemah dan kuatnya akal dan hati seseorang dalam mengarungi kehidupan intelektual, spiritual, dan sosialnya, juga ditentukan oleh pondasinya. Al Quran adalah sebaik-baik pondasi yang sanggup menopang kehidupan seseorang sehingga ia tegak dengan mulia dan penuh ridha Allah Swt.
Mencetak Generasi Ilmuan
Dalam perkembangannya, Al-Qur’an memberikan pengaruh yang besar dalam jiwa anak. Ketika anak tersebut menyelami Al-Qur’an maka anak tersebut akan sanggup menyelesaikan berbagai permasalahan, baik menyangkut pemikiran maupun kejiwaan.
Perilakunya pun tertata rapi, reaksi keteguhannya akan menjadi lebih tenang, daya hafal dan pemahamannya terhadap pelajaran yang lain semakin luas. Ada korelasi yang positif antara kemampuan seorang anak menghafal Al Quran dan kemampuannya menerima pelajaran di kelas. Minimal mereka memiliki daya serap yang baik karena telah terbiasa menghafal Al Quran. Di otak mereka telah tersimpan 77.439 kalimat Al Quran. Jika seorang penghafal Al Quran menguasai arti kalimat-kalimat tersebut, maka seakan-akan ia telah menguasai satu kamus Bahasa Arab. Dengan terus menghafal, maka ia terus melatih kemampuan otaknya.
Para penghafal Al Quran yang tekun adalah seorang pembelajar yang giat. Hal itu karena proses menghafal Al Quran melahirkan kebiasaan-kebiasaan sukses dan positif, seperti fokus, disiplin, manajemen waktu, dan kemampuan melawan jenuh, sehingga bisa menyelesaikan hafalan Al Quran. Kebiasaan baik akan membuahkan hasil yang baik ketika dibawa mempelajari bidang tertentu.
Kegiatan tadabbur Al Quran, yang biasanya mengiringi kegiatan menghafal ini, menjadi pemicu kemampuan analisa dan kreatifitas berfikir. Seorang yang terbiasa memikirkan makna dan kandungan Al Quran akan menemukan isyarat-isyarat Al Quran tentang kehidupan, dan bagaimana memaknainya sesuai konteks saat ini dan dalam disiplin ilmu yang ia pelajari.
Setelah terbentuk pondasi yang kokoh dan kebiasaan hidup yang baik, hal penting untuk dikokohkan adalah budaya ilmu yang terkait dengan cita-cita dan idealisme, kemauan yang tinggi, dan kemampuan ilmiah terkait dengan daya serap, daya analisa, dan daya cipta.
Di sinilah pentingnya guru yang dapat mengarahkan para pelajar yang telah memiliki pondasi dan potensi ini ke arah tujuan yang tepat. Sebab bagaimana pun juga, seorang di balik bangunan yang megah ada ada seorang arsitektur yang hebat.
Jadi, kegiatan mempelajari dan menghafal Al Quran merupakan pondasi penting untuk melahirkan generasi yang hebat, sekaligus membuka pintu kebahagian dan keberkahan bagi individu dan masyarakatnya