Merawat Nikmat

Rasanya saya perlu sejenak duduk untuk instrospeksi diri; tentang nikmat yang bertabur dan melimpah, namun akhirnya tidak disadari karena sibuk melihat apa yang ada pada orang lain.

Misalnya, kagum dengan Ust Salim A Fillah, Ust. Adi Hidayat, Ust Felix Siauw; dengan follower di Instagram, twitter, dan beratus ribu bahkan berjuta-juta, dengan karya-karya buku best seller, video-video ceramah di youtube dan Ig, usaha bisnis yang melimpah, dengan dakwah yang mendunia ke berbagai negara lintas benua dalam usia yang sangat muda, bahkan tidak terlampau jauh dengan saya. Lalu pengen jadi seperti itu.

Tepatnya pada kepopuleran dan produktifitasnya itu.

Lupa bahwa di balik semua itu pasti ada perjuangan yang hebat dan luar biasa.
Lupa bahwa saya punya banyak potensi yang belum terkelola dengan baik.
Lupa tentang keahlian spesial diri sendiri yang bisa dikembangkan jauh lebih baik lagi.
Lupa tentang sarana dakwah di pesantren dan masyarakat yang potensial dan harusnya bisa lebih digarap dengan lebih baik lagi.

Lupa tentang sumber energi yang belum terkoneksikan dengan baik, yaitu Allah Azza wa Jalla, melalui shalat lima waktu, tahajjud, wirid, dan dzikir.
Lupa tentang para guru, sahabat, dan keluarga, yang hadir dengan segala pengorbanan dan kelebihan namun belum dapat diberdayakan dengan maksimal.

Lupa bahwa di dunia ini hanya sebentar, hanya untuk mengumpul bekal, dan setiap orang akan disidang sendiri-sendiri di hadapan Allah mempertanggungjawabkan amal perbuatannya.
Lupa bahwa yang akan bermanfaat hanyalah amal yang dilakukan dengan ikhlas, dan tidak terpapar oleh penyakit ujub dan riya.

Lupa bahwa para guru yang masyhur dan populer itu sama sekali tidak menginginkan kemasyhuran. Mereka hanya fokus untuk berdakwah dan memberi untuk umat. Kemasyhuran yang mereka miliki adalah hadiah dari amalan mereka yang berkualitas dan bermanfaat bagi orang banyak.

Berkemah Bersama Para Santri

Menata Nikmat

Saatnya memikirkan ulang tentang nikmat Allah yang belum termanfaatkan dengan baik di usia hidup yang semakin berakhir.

Tentang nikmat menjadi ayah tiga orang anak; berkesempatan untuk mendidik generasi, menjadi akar dari sebuah peradaban yang kuat, menikmati bahagia dunia. Syaratnya adalah pendampingan, kebersamaan, dan ilmu kepengasuhan.

Tentang nikmat menjadi guru; berkesempatan untuk masuk ke dalam jiwa, pikiran, dan alam bawah sadar santri, untuk menanamkan nilai dan membentuk pola pikir. Syaratnya adalah penguasaan yang mendalam tentang materi ajar, ketepatan, kedisplinan, dan keteladanan yang baik.

Tentang nikmat menjadi hafizh Al Quran; berkesempatan menjadi keluarga Allah di muka bumi. Syaratnya adalah fokus murojaah, menguatkan penguasaan qira’at, menyelami kandungan makna, dan berusaha menuliskan kandungan makna-makna tersebut

Tentang nikmat menjadi mahasiswa doktoral; berkesempatan untuk mendalami hukum Islam, memasuki lautan keilmuan yang luas, berkenalan lebih dekat dengan para ahli ilmu.

Syaratnya; fokus untuk meneliti dan mengkaji tema disertasi, dan menuntaskan penulisan disertasi ini dengan segera.

Tentang nikmat menjadi penulis; di beberapa media sosial (duakhalifah.net, kompasiana.com, republika, harian gorontalo, nidaul quran, dan lainnya). Syaratnya adalah menulis dengan rutin dan terencana. Tentang apapun. Termasuk tentang catatan dan curahan hati. Sudah menulis juga beberapa buku, dan memiliki tawaran menggarap beberapa buku ke depan.

Syaratnya; fokus dengan tema tertentu, menguasai materi, dan menggarap dengan sungguh-sungguh.

Ayah, Guru, Hafizh, Mahasiswa, dan Penulis. Cukuplah rangkaian ini menjadi sebuah karunia hebat yang seharusnya kembali saya renungkan. Fokus untuk kembali mengurusi diri sendiri dan nikmat karunia yang Allah berikan.

Melirik prestasi orang lain, bolehlah. Tapi jangan lama-lama. Fokuslah pada perbaikan diri sendiri.

Di Lereng Gunung Ungaran.Perjalanan menuju puncak

Aset Utama

Apa yang perlu kita perbaiki dari diri kita?
Minimal ada 5 hal, yaitu: Pengetahuan, Keterampilan, Akhlak, Relasi, dan Penampilan.

Luaskanlah pengetahuan kita seluas-luasnya. Sebab pengetahuan adalah kekuatan. Semakin luas dan dalam apa yang kita tau, semakin luas dan dalam pula pandangan mata kita melihat dunia.

Kita perlu banyak membaca, mendengar, dan bertanya kepada orang lain. Terutama di bidang spesialisasi atau sesuatu hal yang kita minati. Di titik itulah biasanya kita bisa berkembang dengan lebih cepat.

Kuatkanlah skill dalam bidang tertentu. Misalnya leadership, admnistrasi, kepenulisan, manajemen, perkebunan, olahraga, dan beladiri atau yang lain. Jadilah seorang yang ahli dan sangat menguasai. Sebab dunia ini selalu mencari orang-orang yang itqan dalam bekerja.

Perbaiki cara kita berkomunikasi dan berperilaku. Itulah daya tarik yang selalu memiliki pesona bagi semua orang

Perluas jangkauan relasi. Kuatkan hubungan. Bangun komunikasi yang kuat. Kenalan dan sahabat adalah bagian dari kekuatan.

dan perhatikanlah penampilan. Bagaimanapun juga orang akan melihat apa yang tampak dari luar, sebelum menyelami apa yang ada di dalam. Rasulullah memerintahkan untuk “Syahamah” berpenampilan baik dan menarik. Dan ingatlah, kita hanya punya satu kesempatan untuk membuat kesan pertama.

Popularitas?
Sudahlah. Lupakanlah itu.

ما صدق الله من أحب الشهرة
Sungguh tidak jujur kepada Allah siapa yang mencintai popularitas

Kita bekerja sama dengan Allah. Dan dalam bermuamalah dengan Allah, yang kita perlukan adalah ikhlas dan itqan. Sungguh Allah Maha Melihat. Maha Bersyukur. Dan tidak akan pernah menyia-nyiakan apapun yang kita lakukan.

Kepada Ust. Adi Hidayat, Ust Salim A Fillah dan Ust Felix Siauw, tetaplah menjadi bintang dan inspirasi bagi banyak orang.

Leave A Reply

Navigate