Merindukan Pemimpin Yang Zuhud

menjadi berarti dalam gugusan semesta

Rasulullah bangun tidur tepat ketika Umar bin Khattab datang. Melihat kondisi Rasulullah saat itu, Umar tidak kuat menahan air matanya.

“Mengapa engkau menangis, wahai Umar?” tanya Rasul

“Lihatlah dirimu ya Rasullah. Berbaring di atas tikar yang kasar, sehingga bekas itu tampak jelas di pipimu. Sementara para raja dan kaisar berbaring di atas kasur yang sangat empuk (padahal engkau lebih agung dan mulia dari mereka)”

Rasulullah menjawab, “Apakah engkau tidak ridha, bagi mereka dunia dan bagi kita akhirat?

Dalam hadits lain,

Rasul berkata“Apa urusannya aku dan dunia? Aku tidak hidup di dunia kecuali seperti orang yang berteduh di bawah pohon, kemudian pergi berlalu meninggalkannya”

Bila beliau mau, tentulah dunia ini dihamparkan di bawah kakinya. Tapi ternyata dunia dan segalanya isinya tidak terlalu penting dan berharga di mata beliau. Ada kehidupan yang lebih indah di sana, di ujung kemuliaan kita saat mendapatkan karunia surga. Di dunia ini, beliau lebih memilih untuk zuhud.

Hakikat Zuhud

Ibnu Taimiyyah mendefinisikan, zuhud adalah meninggalkan segala hal yang tidak bisa diharapkan manfaatnya di akhirat.

Setiap melakukan sesuatu, pernyataan paling utama adalah: apakah hal ini bermanfaat untuk akhirat atau tidak? Kalau tidak bermanfaat, maka meninggalkannya adalah zuhud.

Sikap zuhud itu akan menguat saat ada keyakinan dalam hati tentang dunia yang pergi dan hilang, dan akhirat yang akan datang dan kekal.

Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata, Zuhud itu ada tiga, yaitu:

  1. Meninggalkan hal-hal yang haram, inilah zuhud orang-orang awam
  2. Meninggalkan berlebihan pada barang-barang yang halal, inilah zuhud orang-orang khusus
  3. Meninggalkan segala hal yang memalingkan dari Allah, inilah zuhud orang-orang yang arif.

Zuhur bukan keterpaksaan dari sebuah kehidupan yang miskin dan sengsara. Zuhud adalah pilihan untuk tetap memenangkan kebahagiaan hidup akhirat walaupun dunia ada dalam genggaman. Sikap zuhud itu terlahir dari ilmu dan yakin tentang hari akhirat, juga dari rasa takut dan harap yang sangat kuat.

Ketika Imam Malik bin Dinar dipuji tentang kezuhudannya, beliau berkata, “Orang zuhud sesungguhnya adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Dunia ada di tangannya, tapi dia memilih untuk meninggalkannya”

 

Kezuhudan Pemimpin

Umar bin Abdul Aziz terkenal dengan standar tinggi life stylenya dibanding anak-anak muda Bani Umayyah lainnya. Gaya jalan dan gaya berpakaiannya menjadi mode anak-anak muda. Beliau adalah orang yang cerdas, berakhlak mulia, tampan, berpenampilan yang indah.

Tetapi setelah menjadi khalifah, semuanya berubah. Hidupnya menjadi sangat sederhana. Sebelum menjabat sebagai Khalifah, pendapatan pribadi pertahunnya berkisar 50.000 dinar, tetapi begitu ia terpilih menjadi Khalifah, segera ia lelang semua kekayaannya dan ia serahkan ke Baitul Mal.

Tentang kezuhudan Umar, marilah kita dengarkan cerita dari orang-orang yang berada di dekatnya.

Raja’ bin Haiwah  (seorang menteri Umar bin Abdul Aziz) bercerita, “Aku pernah bersama Umar bin Abdul Aziz ketika beliau menjadi penguasa Madinah. Beliau mengutusku untuk membelikan pakaian untuknya. Aku pun membelikan pakaian untuknya seharga lima ratus dirham. Ketika beliau melihatnya, lantas beliau berkomentar, ‘Ini bagus, tapi sayang harganya murah.’

Dan ketika beliau telah menjadi khalifah, beliau pernah mengutusku untuk membelikan pakaian untuknya. Lalu aku membelikan pakaian seharga lima dirham. Ketika beliau melihat pakaian tersebut, beliau berkomentar. ‘Ini bagus, hanya saja mahal harganya.”

Raja’ melanjutkan kisahnya, “Tatkala aku mendengar perkataan tersebut kontan aku pun menangis. Lantas Umar bertanya, ‘Apa yang membuatmu menangis, hai Raja’?’ Aku menjawab, ‘Aku teringat pakaianmu beberapa tahun yang lalu dan komentarmu mengenai pakaian tersebut.

Kezuhudan Umar menjadi teladan bagi rakyatnya. Di samping kehidupan mereka yang makmur dan sejahtera karena hukum benar-benar ditegakkan, di dalam hati mereka timbul rasa zuhud kepada dunia sehingga tidak mau untuk mengumpukan dan menumpuk-numpuknya.

Yahya Ibnu Said pernah berkata,

”Umar bin Abdul Aziz telah mengutusku ke Afrika Utara untuk membagi-bagikan zakat penduduk di sana. Maka aku laksanakanlah perintah itu. Lalu aku cari orang-orang fakir untuk kuberikan zakat itu pada mereka. Tetapi kami tidak mendapatkan seorangpun juga dan kami tidak menemukan orang-orang yang menerimanya. Umar betul-betul telah menjadikan rakyatnya kaya. Akhirnya kubeli dengan zakat itu beberapa orang hamba sahaya yang kemudian kumerdekakan.”

Dalam gelimang kekayaan Istana, Umar memliih hidup sederhana. Kezuhudannya terkenal di seluruh penjuru wilayahnya. Ia memberi anak-anaknya pakaian dan makanan yang sederhana.

Sering anak-anak perempuannya disuguhi dengan makanan kacang dan bawang merah, sambil dia menangis dan berkata, ”Apa gunanya wahai anak-anakku. Kalian hidup dengan mengecap bermacam-macam makanan yang lezat, tetapi yang menyediakan untuk kalian bisa masuk neraka.”

Umar berpesan kepada anak-anaknya “Wahai anak-anakku, sesungguhnya di hadapan kalian terpampang dua pilihan. Apakah kalian mau hidup berkecukupan namun ayahmu masuk neraka, ataukah kalian dalam keadaan fakir namun ayahmu masuk surga. Saya percaya bahwa kalian lebih memilih jika ayah kalian selamat dari neraka daripada kalian hidup kaya raya.”

Beliau memperhatikan mereka dengan pandangan kasih sayang seraya berkata, “Berdirilah kalian, semoga Allah menjaga kalian, berdirilah kalian, semoga Allah melimpahkan rezeki kepada kalian..”

Walaupun Umar tidak meninggalkan harta untuk anak-anaknya, namun tak seorang pun di antara mereka yang hidup miskin dan meminta-minta. Kekayaan dan kesejahteraan hidup ternyata tidak ditentukan oleh seberapa banyaknya warisan yang diterima. Bagi anak, warisan terbaik adalah keshalehan dan nama baik orang tuanya. Inilah ini yang menjadikan mereka hidup terhormat dan mulia.

Sumber Kezuhudan

Dari mana datangnya rasa zuhud yang dikuat itu?

Ternyata dari rasa takutnya yang sangat kuat kepada Allah.

Inilah mata air dari semua kebaikan.

Al-Mughirah bin Hakim berkata,

“Fathimah bin Abdul Malik mengatakan kepadaku, ‘Wahai Mughirah, mungkin di antara kaum laki-laki terdapat orang yang lebih banyak shalat dan puasanya daripada Umar. Tetapi aku tidak melihat seorang pun dari manusia yang lebih takut kepada Rabbnya daripada Umar. Apabila masuk rumah, dia menjatuhkan dirinya di tempat sujudnya, lalu dia tidak henti-hentinya menangis dan berdoa hingga tertidur. Kemudian dia bangun lalu melakukan hal itu sepanjang malamnya”.

Abdul Aziz bin Al-Walid bin Abi As-Sa’ib mengatakan, “Aku mendengar ayahku mengatakan, ‘Aku tidak melihat seorang pun di mana sebuah rasa takut atau khusyu’ lebih tampak pada wajahnya daripada Umar bin Abdul Aziz”.

Mazid bin Hausyab, berkata, “Aku tidak melihat orang yang lebih takut kepada Allah daripada Al-Hasan dan Umar bin Abdul Aziz. Seakan-akan neraka tidak diciptakan kecuali untuk mereka berdua”.

Perilaku hidup zuhud yang benar dan berakar berasal dari perasaan takut ini. Sederhana ketika miskin, dan tetap bersahaja ketika kaya. Tidak meminta-minta menghinakan diri saat dalam kekurangan, tidak berlebihan dan melampaui batas saat berkecukupan.

Kesederhanaan dan kebersahajaan yang lahir dari kesadaran dan keyakinan, bukan karena kikir, pelit, keterpaksaan ataupun pencitraan.

Solusi Korupsi

Kesadaran tentang pentingnya hidup zuhud adalah solusi adalah berbagai tindak korupsi yang terjadi di negeri ini. Sebaliknya, sifat serakah akan melahirkan berbagai macama pelanggaran. Aturan diterjang dan hak milik orang lain pun diterkam. Tidak peduli lagi soal halal dan haram. Segala cara ditempuh untuk memuaskan keinginan syahwat dan mendapatkan kekayaan.

Soal kebutuhan dapat dicukupi. Sementara nafsu serakah tak pernah bertepi.

Rasulullah pernah mengingatkan tentang watak manusia yang cenderung serakah  terhadap harta, “Sekiranya anak adam mempunyai satu lembah emas, niscaya ia berambisi memiliki dua lembah emas. Dan tidak ada yang bisa memenuhi mulutnya selain tanah, dan Allah akan menerima taubat orang yang bertaubat” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dorongan untuk menumpuk-numpuk harta bersumber dari hawa nafsu yang tidak terkendali. Dorongan inilah yang membuat sebagian orang menghalalkan segala cara untuk memperolehnya.

Olah data yang dilakukan Indonesia Corruption Watch ( ICW) menunjukkan, angka korupsi pada semester I 2018 yang ditangani oleh penegak hukum mencapai 139 kasus korupsi dengan 351 orang ditetapkan sebagai tersangka. Kerugian negara yang timbul dari kasus korupsi pada semester I 2018 sebesar Rp1,09 triliun dan nilai suap Rp42,1 miliar.

Laboratorium Ilmu Ekonomi, Universitas Gadjah Mada mencatat bahwa sejak 2001-2015, setidaknya penegak hukum sudah menangani kasus korupsi sebanyak 2.321 kasus dengan 3.109 terdakwa yang merugikan negara sebesar Rp203,9 triliun. Artinya, negeri ini merugi sekitar rata-rata Rp 13,6 triliun per tahun pada kurun waktu tersebut (http://theconversation.com/)

Penjabaran di atas menunjukkan bahwa korupsi jika dibiarkan akan membawa bangsa mengalami krisis ekonomi. Hal ini setidaknya sudah terjadi pada rezim Orde Lama dan Orde Baru.

Korupsi perlu diberantas karena praktik ini menjadi sumber dari segala masalah ekonomi yang diderita bangsa ini. Mulai dari kemiskinan, ketimpangan, terbatasnya lapangan kerja, bahkan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, semuanya terjadi berulang-ulang karena praktik korupsi yang melanggengkan terjadinya misalokasi sumber daya. Korupsi juga menghambat pengembangan sains, teknologi, dan inovasi di Indonesia disebabkan regulasi proses pengembangan inovasi yang terhambat pada praktek korupsi.

Kerugian korupsi bukan hal yang sedikit. Kerugian akibat korupsi ini akan memberikan dampak yang besar bagi rakyat bila dimanfaatkan pada jalur yang benar.

Di sinilah penting kehadiran pemimpin-pemimpin yang zuhud.

Kehadiran mereka dapat menciptakan efisiensi anggaran dan belanja negara, juga memberikan teladan yang sangat besar terhadap ratusan bahkan ribuan pegawai yang berada di bawahnya. Teladan yang baik dan kontrol yang kuat dapat menghentikan banyak pelanggaran dan potensi korupsi yang mungkin saja terjadi.

Kita merindukan pemimpin yang cinta kepada rakyatnya dan siap untuk berkorban untuk mereka. Bukan mengorbankan rakyat untuk kepentingan pribadinya. Kita berlindung kepada Allah dari pemimpin pemimpin yang rakus terhadap dunia, dan memanfaatkan semua fasilitas yang ia miliki untuk dunianya

Sikap zuhud ini memberikan ketenangan hati dan kekayaan jiwa. Dan kekayaan jiwa inilah sesungguh yang menjadi kekayaan sejati. Zuhud bukan antikekayaan dan identik dengan kemiskinan. Zuhud artinya menjauhi sifat serakah.

Zuhud bukan berarti memilih hidup miskin, melainkan menjaga adab terhadap kekayaan dengan cara yang diridhai Allah ketika mencari, memperoleh, dan menyalurkannya. Zuhud adalah sikap batin di mana hati manusia tidak terjerat oleh godaan-godaan dunia (hubbud-dunya). Dunia ditaruh dalam genggaman tangannya, sekadar untuk ibadah kepada Allah SWT; bukan diletakkan dalam hatinya.

Leave A Reply

Navigate