Peran Ayah Mencetak Penghafal Al Quran

Setiap kali saya ditanya tentang motivasi menghafal Al Quran, saya selalu teringat dengan almarhum abah saya tercinta. Walaupun beliau tidak hafal Al Quran, tetapi semangat yang beliau suntikkan mampu bertahan sekian tahun lamanya hingga saat ini. Hanya sekedar selentingan kecil, tapi cukup untuk melambungkan asa dan membuat saya bersemangat menghafal.

Saat itu lagi ada MTQ tingkat provinsi Gorontalo yang diadakan di Tilamuta, tempat saya tinggal. Melihat para peserta yang rutin berlatih tilawah Al Quran dengan lagu yang merdu, saya jadi tertarik untuk meniru-niru. Inginnya orang yang mendengarkan merasa syahdu, ini malah jadi lucu. Sebab suara saya yang memang jauh dari merdu. Orang yang mendengarkan jadi senyum-senyum sendiri. Sebagian ada yang tertawa mendengar suara yang sumbang itu.

Melihat hal itu, ayah saya langsung bilang, “Nak, kalau memang tidak bisa membaca Al Quran dengan berlagu merdu, bagaimana kalau kamu hafalkan saja ayat-ayat itu? Untuk berinteraksi dengan Al Quran tidak hanya dengan tilawah, tapi juga dengan tahfiz”

Benar juga, pikir saya. Kata-kata itu membuat saya bersemangat untuk mulai menghafal

Di waktu yang lain, abah saya pernah bilang, “Nak, kalau kamu hafal quran, maka kemana pun kamu pergi, kamu akan bersama Al Quran. Nanti Al Quran itulah yang akan menuntun hidupmu”

Tambah semangat lagi saya menghafal. Dengan kata kata itu, abah saya telah mengantarkan saya ke gerbang menghafal Al Quran.

Membangun Pondasi Semangat

Kata-kata seorang ayah akan menjadi semacam sabda bagi anak-anaknya, paling tidak itu yang saya rasakan. Bila tidak bisa mengantarkan sang anak untuk menyelesaikan hafalan di waktu kecilnya, paling tidak seorang ayah bisa membuat pondasi semangat yang kuat tempat anaknya kelak akan membangun kemuliaan menghafal Al Quran di atasnya saat ia dewasa.

Ketika seorang ayah berhasil mengantarkan anaknya merasakan nikmatnya menghafal, maka kenikmatan itulah yang akan menuntunnya untuk terus menerus bersama Al Quran. Ayah adalah pembuka pintu hidayah itu, setelah itu biarlah sang anak berjalan bertabur cahaya menikmati untaian kata-kata Al Quran yang bertabur keindahan. Setelah sang anak menemukan kenikmatan Al Quran, maka ia akan berjalan dengan cepat bahkan melebihi harapan orangtuanya sendiri.

Kata-kata ayah yang dipesankan dengan penuh cinta dan kasih sayang akan masuk ke dalam qalbu anaknya. Pengaruhnya mungkin tidak instan saat itu juga, tapi kelak setelah anak dewasa, naseha-nasehat tulus ayah itulah yang akan menjaganya, yang akan menjadi pengingatnya ketika alpa, yang menjadi pelecut semangat yang tiada tara.

Seperti kata Nabi Ya’qub yang mampu menguatkan hati Nabi Yusuf untuk mengendalikan diri saat ia berdua dengan Zulaikha di dalam Istana. “Ra’aa  burhaana rabbihi” Dalam keadaan terjepit itu, Nabi Yusuf melihat petunjuk Rabbnya yang membuat dia akhirnya terhindar dari dosa. Petunjuk apa itu? Salah satu tafsirnya adalah ia teringat nasehat-nasehat bapaknya sehingga hatinya menjadi kuat dan ia pun selamat.

Wahai para ayah, bagaimanakah komunikasimu dengan anak-anakmu selama ini? Sudahkah engkau hadir di sisi mereka saat mereka memerlukan belaianmu? Ataukah engkau lebih mementingkan kerja mencari uang dengan alasan untuk kepentingan mereka, sebagai bukti cintamu kepada keluarga?

Betul, anak-anak perlu dukungan finansial untuk kesuksesan mereka. Tapi itu tidak cukup. Mereka memerlukan belaianmu, merindukan nasehatmu, selalu menanti saat-saat mereka bercerita dan engkau mendengarkannya dengan saksama.

Setelah mereka besar nanti mereka tidak akan lagi memerlukanmu, walaupun besar sekali keinginanmu untuk bersama mereka. Dan ketika kelak engkau telah tiada, kenangan yang akan tersisa dalam benak mereka adalah saat-saat bercerita dan bercengkrama itu. Kalau itu tidak pernah engkau lakukan, maka tidak sesuatu yang berarti yang akan mereka kenang darimu.

Biarlah mereka mendengarkan harapanmu, cita-citamu, pengalaman hidupmu. Itulah yang akan menghidupkan hatinya membuat jiwanya bergembira.

 

Leave A Reply

Navigate