Menyambung Harapan

Saya suka merenung dan mengingat-ngingat:

apa yang menjadi harapan aba kepada kami?

apa estafet perjuangan aba yang aba wariskan untuk kami lanjutkan?

Agar tali cita dan harapan itu terus berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya. Terutama apa yang pernah aba sampaikan kepada saya secara pribadi.

Sebab anak adalah penyambung cita-cita dan harapan orang tua. Apa yang menjadi harapan orang tua yang belum sempat diwujudkan oleh orang tua di masa hidupnya, sang anak bisa mewujudkannya sebagai bentuk bakti kepada orang tuanya.

Ke Mesir

Salah satu yang saya ingat betul adalah kisah aba yang sempat mendapatkan tawaran untuk sekolah di Mesir. Prestasi aba yang menonjol saat di aliyah dulu membuka kesempatan yang lebar untuk kuliah dan berguru kepada para masyayikh dan ulama yang ada di Mesir. Tetapi akhirnya kandas karena faktor ekonomi. Aba tidak punya modal sama sekali sebagai persiapan awal untuk berangkat.

kenangan bersama aba dan umi tercinta

Cita-cita itu ternyata tidak luntur oleh waktu. Sejak saya kecil, saya telah mendapatkan banyak cerita tentang Mesir. Lebih-lebih ketika ada Syekh Abdussalam. Pagi dan sore wajib untuk qiraah, baca kitab kuning di hadapan Aba. Lulus aliyah alhamdulillah kesempatan itu datang menghampiri. Walaupun tidak ujian pada tahun pertama setelah lulus aliyah, tahun berikutnya saya berkesempatan untuk menuntut ilmu di Mesir. Disusul oleh adik saya Luqmanul Hakim lalu Abdurrahman. Tidak hanya itu, banyak santri Pondok Pesantren Alkhairaat Tilamuta yang dikirimkan untuk belajar di negeri para nabi tersebut.

Tunai sudah janji bakti…

Cita-cita dan harapan untuk belajar di Universitas Al Azhar bisa diwujudkan oleh ketiga putranya. Maka saat saya dan Luqman diwisuda, aba bukan main senangnya. Foto wisuda kami dipasang dengan pigura di rumah. Maka di dinding rumah itu ada dua foto yang tampak unik; yaitu foto saya dan Luqman mengaji dan ketika bermain main di pasir saat kecil, dan foto ketika kami diwisuda di Universitas Al Azhar.

Hafal Al Quran dan Bahasa Inggris

Harapan kedua adalah aba ingin anak-anaknya hafal Al Quran dan bisa Bahasa Inggris. Kalau untuk Bahasa Inggris, insya Allah bolehlah sedikit-sedikit. Yang paling kelihatan bisa itu Abdurrahman. Memang sejak kecil dia sudah suka berbicara dan komunikasi dengan siapa saja, ditambah sikap PD (percaya diri) yang tidak habis-habis. Dia dan Yaya secara khusus pernah kursus di kampung inggris Pare, Kediri. Coba aja ajak dia Bahasa Inggris, nanti engkau merasa seakan akan berhadapan dengan artis Korea, eh artis inggris.

Adapun untuk hafal Al Quran, maka alhamdulillah kami memiliki hafalan beberapa juz. Untuk hafal 30 juz alhamdulillah saya bisa menyelesaikan saat kuliah di Mesir dulu.

Terampil

Harapan ketiga, aba sangat berharap anak-anaknya menjadi orang yang terampil. Bisa mengerjakan pekerjaan pertukangan dengan baik. Aba sering aba bercerita kalau dulu bekerja menjadi basi (tukang). Bedanya, saat ini ini aba adalah basi tanpa alat. Dan bukti keterampilan aba terlihat dari rumah keluarga saat ini. Semua itu aba yang mengerjakannya dibantu oleh Ka Tune dan tukang-tukang lainnya.

Dalam hal ini, yang paling mewarisi bakat keterampilan adalah adik saya Ito, atau Hamzatusysyahid. Sejak kecil, Ito sudah terlihat bakatnya dari mobil-mobilan, jalan raya, jembatan, dan mainan-mainan lain yang dibuatnya sendiri. Dengan bakat dan kecenderungan ini dulu Ito mau melanjutkan ke STM. Tapi Aba tidak izinkan.

Ulama

Rupanya hal ini terkait dengan harapan aba yang keempat ini yaitu: Aba ingin anak-anaknya menjadi ulama dan memegang pondok pesantren.

Secara khusus aba pernah menyampaikan hal ini kepada saya. Aba ingin setiap anaknya punya pondok pesantren, lalu dari pondok-pondok pesantren itu bisa melahirkan generasi pejuang dan menegakkan kalimat Allah di bumi Indonesia.

Besar kemungkinan, karena harapan inilah Aba tidak mengizinkan saya melanjutkan ke SMP dan SMA, tapi menyekolahkan di Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Alkhairaat Tilamuta.

Saat di SD dulu, saya meraih nilai ujian nasional tertinggi di sekolah. Maka sebagai hadiah akhir, para guru memberi saya seperangkat bahan kain untuk seragam SMP, sembari menyampaikan pesan meminta agar saya bisa lanjut di SMP. Tapi Aba kokoh memasukkan saya ke MTS Alkhairaat. Alhamdulillah saya bisa di sekolah di MTS Alkhairaat Tilamuta sekaligus di SLTP Negeri 1 Tilamuta. Ternyata di akhir, saya bisa memperoleh nilai ujian tertinggi lagi. Saya diminta untuk melanjutkan di Insan Cendekia Gorontalo.

Sekali lagi aba menolak.

Alasan Aba sederhana, untuk memahami kitab-kitab turats (kitab-kitab klasik ulama) juga perlu anak yang pandai. Dan saya aba persiapkan untuk mewarisi ilmu ilmu kitab turats yang pernah aba pelajari.

Alhamdulillah saya bisa memahami. Ketika kuliah saya dianjurkan aba mengambil Fakultas Syariah, Kim di Fakultas Ushuluddin.

Saya sekarang jadi pengasuh di Pondok Pesantren Ibnu Abbas Klaten, sementara Kim di Pondok Pesantren Alkhairaat Tilamuta-Gorontalo.

Namun untuk sampai ke tingkatan ulama, rasanya masih jauh sekali. Dari segi ilmu dan akhlak masih belum sampai. Maka dalam hal ini kami perlu meminta maaf kepada Aba karena belum bisa mewujudkan harapan yang satu ini.

Pembimbing Adik-adik

power rangers

Harapan kelima, kepada saya pribadi, untuk bisa menjadi pengganti aba dalam mengayomi adik-adik. Sering sekali Aba mengingatkan hal ini dengan menyampaikan hadits:

Al Akbaru minal Ikhwati Bimanzilatil abi
“Saudara paling tua berada di posisi ayah”

Ini juga harapan yang belum bisa saya wujudkan. Saya belum bisa sepenuhnya memenuhi harapan aba untuk bisa pengayom adik-adik saya. Alhamdulillah mereka semua kini sudah bisa hidup mandiri.

Harapan berikutnya…

Wah nanti lagi kita lanjutkan ya.. Sudah pkl. 23.46

Tulisan ini menjadi penutup aktifitas hari ini. Saya mau istirahat dulu

Sampai Jumpa 🙂

Leave A Reply

Navigate