Pemuda-Pemuda Pemberani

Bila ada seribu mujahid

Akulah satu diantaranya

Bila ada seratus mujahid

Akulah satu diantaranya

Bila ada seorang mujahid

Maka akulah dia..!”

 

Tak pernah ada rasa takut dan menyerah dalam diri seorang pemuda pejuang. Dimana pun ia hidup, ia gembira. Dimana pun ia berada, di situlah bersemai benih cita-cita yang tertanam kuat di dalam dadanya.

Tak pernah ia menunggu orang untuk mewujudkan cita-cita dan harapannya. Ia yakin, bahwa dirinya yang paling bertanggungjawab mewujudkan cita-cita itu. Dan saat ia bertekad untuk berdiri dengan tegak dan berteriak lantang, ia mendapati di kanan dan kirinya telah tegak berdiri bersamanya orang-orang hebat yang memilki cita-cita yang sama.

Seperti yang terjadi pada tujuh orang Ashabul Kahfi. Awalnya mereka tidak saling kenal satu sama lain. Mereka bukanlah sanak saudara ataupun sahabat karib. Setiap orang dari mereka beribadah dalam sunyi mempertahankan ajaran Nabi Isa alaihissalami, menguatkan aqidah yang tertancap kuat di dalam dada.

Konsekwensinya berat kalau sampai ketahuan oleh penguasa zalim pada saat itu. Mereka bisa ditangkap, dipenjara, dan disiksa dengan siksaan yang sangat pedih, seperti yang terjadi pada orang-orang sebelumnya.

Sampai beberapa waktu, mereka mampu mempertahankan keyakinan dan menyembunyikan keimanan mereka. Tidak ada seorang pun yang tau. Hingga tibalah akhirnya mereka harus memilih, apakah mereka benar-benar berada dalam keimanan ataukah menjilat dalam kekufuran.

Saat itu ada perayaan besar di Istana raja. Semua rakyat berkumpul. Hingga tibalah saatnya, semua yang hadir harus menundukkan diri menyembah berhala. Para hadirin semuanya berdiri. Lalu tiba-tiba ada aba-aba, “Semua yang hadir ruku dan tunduk kepada tuhan berhala”

Segenap yang hadir langsukng ruku dan menundukkan diri di hadapan berhala-berhala itu. Kecuali salah seorang menteri yang berada di deretan kursi VIP kerajaan. Maximilianous! Perdana Menteri kerajaan. Semua tertuju, kaget dan tidak percaya. Sebab hukumannya berat . Ketika tidak mau ikut tunduk kepada berhala, akibatnya dia bisa dihukum mati.

Tapi lihatlah ia tidak sendiri. Di pojok kiri paling depan, ada seorang laki-laki yang berdiri dengan tegap. Di pojok kanan belakang, ada seseorang yang menolak untuk tunduk. Di bagian tengah juga ada satu orang yang tidak ikut-ikutan dengan warga yang hadir. Jumlah mereka sampai tujuh orang.

Mereka berdiri dengan tegak lalu berkata dengan lantang, “Rabbunaa rabbussamaawaati wal ardh, lan nad’uwa min duunihi ilaaha” Rabb kami adalah penguasa langit dan bumi. Kami tidak akan pernah menyeru selain Dia…!

Keyakinan inilah yang akhirnya menyatukan hati mereka. Allah ikat hati mereka dengan kuat untuk bersama melawan kezaliman. Tidak peduli jumlah mereka yang sangat sedikit, tidak peduli caci maki sumpah serapah, tidak peduli penjara, siksaan, bahkan hukuman mati di depan. Persoalan prinsip dan keyakinan adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Menyelamatkan Keimanan

Mereka tinggalkan komunitas warga yang kafir untuk menyelamatkan keimanan. Bukan karena lari meninggalkan medan perjuangan, tapi mereka berjuang menyelamatkan keyakinan, yang jauh lebih penting.

Mereka sadar, untuk melawan pemerintah zalim secara terbuka sama saja dengan bunuh diri. Sebab mereka tidak punya kekuatan sama sekali. Yang bisa mereka lakukan adalah berlari, berlari dan berlari. Hingga hilang pedih perih.

Inilah pemuda-pemuda pemberani.

Saat ini, sosoknya tergambar pada para pemuda yang tidak pernah takut kepada PKI, bahkan berusaha untuk menghalau kebangkitan mereka kembali di negeri ini. Tidak minder dengan caci maki dan dituduh radikal hanya karena memelihara shalat di masjid dan memperjuangkan pemimpin muslim.

Ia tidak berputus asa untuk berjuang lahirnya pemimpin yang lebih baik di negerinya. Pemimpin yang cerdas, berpendidikan tinggi, berwawasan  luas, dengan rekam jejak perjuangan yang menakjubkan, dan paham dengan kondisi masyarakat sekaligus dengan solusinya.

Tidak pernah ia mau tunduk kepada penjajah, dan semua orang yang kehilangan harapan sehingga mau tergiur kepada janji janji penjajah itu. Tidak pernah ia meninggalkan guru-guru dan kawan kawan seperjuangannya hanya karena terbius oleh fatamorgana narasi beraneka rupa. Ia tetap tegak berdiri kokoh dengan segenap keyakinan di dalam hatinya.

Ia larut dalam tilawah dan bukunya, saat pemuda lain berhura-hura. Ia  fokus kepada masa depannya, saat anak-anak muda lain tunduk dalam berhala materalisme modern. Ia tetapi menjaga kesucian hati dan fisiknya, di saa terbuka kesempatan lebar untuk berbuat dosa, saat pacaran dan zina dianggap lumrah biasa.

Ia tetap berdiri dengan tegak lalu berkata dengan lantang, “Rabbunaa rabbussamaawaati wal ardh, lan nad’uwa min duunihi ilaaha” Rabb kami adalah penguasa langit dan bumi. Kami tidak akan pernah menyeru selain Dia…!

Menjadi pemuda pemberani bukan karena ototnya, tapi karena otaknya. Bukan karena emosi dan kemarahannya, tapi karena keyakinan dan kemampuan menguasai dirinya.

Menjadi pemuda pemberani bukan hal yang muda, tapi justru disinilah istimewa. Di sinilah nilai tambahnyaa yang luar biasa.

Tapi masih ada kesempatan agar engkau, aku, dan kita bisa menjadi bagian dari mereka.

Leave A Reply

Navigate